Suara.com - Seluruh ilmuwan di dunia saat ini tengah mencari vaksin virus Corona (COVID-19) untuk menghentikan pandemi. Namun, sebelum digunakan pada pasien, vaksin tersebut harus diuji coba. Dalam hal ini, para penemu vaksin membutuhkan sukarelawan.
Vaksin yang pertama kali diuji pada manusia adalah jenis suntikan baru yang dikembangkan oleh Moderna Therapeutics. Langkah pertama yang saat ini sedang berjalan adalah uji coba keamanan, untuk memastikan vaksinnya tidak berbahaya dan memicu respons kekebalan.
Pada Maret 2020, sebanyak 45 orang diminta untuk menjadi sukarelawan di fasilitas Kaiser Permanente di Seattle, Amerika Serikat. Menurut formulir persetujuan sebanyak 20 halaman yang ditandatangani oleh sukarelawan, mereka mengakui bahwa mungkin ada risiko dan vaksin kemungkinan tidak akan membantu mereka.
Para sukarelawan juga setuju untuk serangkaian pengambilan darah dalam beberapa bulan mendatang, untuk berbagi informasi genetik dan tidak memiliki anak selama penelitian.
Baca Juga: Haruskah Hewan Peliharaan Melakukan Tes Virus Corona?
Salah satu sukarelawan bernama Ian Haydon yang merupakan spesialis komunikasi di Universitas Washington, melakukan wawancara dengan Technology Review pada 31 Maret, mengenai uji coba vaksin virus Corona ini.
Lelaki berumur 29 tahun ini menjadi relawan pertama di antara 45 orang lainnya yang mendapatkan vaksin virus Corona di Seattle. Alasan Haydon memutuskan untuk menjadi relawan karena ia seorang spesialis informasi publik di University of Washington, khususnya untuk Institute for Protein Design, yang sedang melakukan penelitian COVID-19.
"Ada 35 orang di laboratorium yang melakukan penelitian vaksin dan saya tidak pernah menjadi subjek dalam penelitian tersebut sehingga saya ingin berpartisipasi dengan cara yang berbeda," ucap Haydon dalam wawancara tersebut.
Haydon mendapatkan vaksin virus Corona pada 8 April pukul 9 pagi waktu setempat dan dosis kedua kembali diberikan satu bulan setelahnya.
Haydon sendiri mengaku terpilihnya ia menjadi relawan adalah sebuah keberuntungan. Mulanya, ia mengetahui tentang uji coba ini dari rekan laboratoriumnya.
Baca Juga: Keren! Xiaomi Dikabarkan Menyiapkan Smartphone Bersensor 144 MP
Haydon pun mendaftar dan menyerahkan informasi kesehatan dan usia. Ia tidak berharap terlalu banyak, mengingat ada ribuan sukarelawan yang mendaftar. Tak disangka, setelah melakukan pemeriksaan fisik dan darah, tim ahli bertanya kembali untuk memastikan pada Haydon apakah dia masih tertarik pada uji coba ini.
Sebelum melakukan pengujian, Haydon telah memikirkan beberapa risiko yang akan dihadapinya. Pertama, syok anafilaksis, suatu reaksi alergi yang parah dan berpotensi mengancam nyawa.
Risiko kedua adalah peningkatan yang tergantung pada antibodi ketika vaksin memperburuk penyakit, dan risiko terakhir adalah yang tidak terduga. Kemungkinan itu selalu ada untuk setiap vaksin, terutama yang berbasis pada teknologi baru.