Suara.com - Hasil uji klinis terhadap obat malaria, klorokuin untuk mengobati Covid-19 di Prancis baru-baru memberikan harapan akan adanya obat yang terbukti manjur melawan virus mematikan tersebut.
Uji klinis terhadap hydroxychloroquine - salah satu jenis klorokuin - yang digelar di rumah sakit milik sebuah universitas di Marseille menunjukkan bahwa obat lawas tersebut cukup ampuh untuk mengobati pasien Covid-19.
Hasil uji klinis yang dipimpin oleh pakar penyakit menular yang juga kepala lembaga tersebut, Didier Raoult, diterbitkan di International Journal of Antimicrobial Agents pada 20 Maret kemarin.
Dalam uji klinis itu, Raoult merawat 24 orang pasien Covid-19. Setelah enam hari, hanya 25 persen pasien yang diobati dengan hydroxychloroquine yang masih memiliki virus corona baru Sars-Cov-2 dalam tubuh mereka.
Baca Juga: Warga Nigeria Keracunan Klorokuin, Obat yang Diklaim Bisa Atasi Covid-19
Sebaliknya 90 persen pasien yang tidak diobati dengan hydroxychloroquine masih terinfeksi Sars-Cov-2, virus di balik wabah Covid-19.
"Setelah enam hari, ada perbedaan sangat signifikan antara mereka yang dirawat dengan hydroxychloroquine dengan yang tidak," jelas Raoult.
Ia juga menjelaskan bahwa mereka yang diobati dengan hydroxychloroquine menunjukkan perubahan kondisi yang semakin baik dalam 48 jam. Kini rumah sakit yang dipimpin Raoult merawat semua pasien menggunakan hydroxychloroquine.
Tetapi para peneliti lain mewanti-wanti bahwa studi Raoult itu tak boleh ditanggapi terlalu terburu-buru. Perlu studi lebih lanjut untuk meneliti kemanjuran obat dari dekade 1940an tersebut, apa lagi sampel dalam studi itu sangat kecil.
"Tak seorang pun di dunia kesehatan yang mengatakan bahwa Profesor Raoult salah soal khasiat klorokuin terhadap virus corona, tetapi dunia medis tidak dipraktekan berdasarkan uji coba terhadap 24 pasien," kata Michel Cymes, salah satu dokter dan pakar kesehatan di Prancis.
Baca Juga: Donald Trump Ngaco, Klorokuin Belum Kantongi Izin Obati Covid-19
Peringatan senada juga diutarakan oleh Sarah D'Alessandro, dosen kesehatan molekuler dari Universitas Milan, Italia yang juga pakar malaria.
"Studi (Raoult) memang kelihatan menjanjikan, tetapi kita harus sangat hati-hati ketika berhadapan dengan virus baru seperti yang sat ini. Kita masih kekurangan banyak data," beber D'Alessandro.
D'Alessandro juga mengingatakan bahwa penelitian uji klinis terhadap klorokuin pernah digelar di China pada 9 Maret lalu. Tetapi studi itu juga dikritik karena pesertanya dinilai terlalu sedikit: 100 orang, yang ironisnya lebih banyak ketimbang studi Raoult.
Organisasi kesehatan dunia, WHO, akhir pekan kemarin mulai menggelar uji klinis berskala global terhadap empat jenis obat di seluruh dunia - salah satunya klorokuin - untuk mencari obat Covid-19. Uji coba itu melibatkan sejumlah negara, dengan sukarelawan mencapai ribuan orang. [France24/Euronews]