Suara.com - Seekor induk babon diketahui menggendong bayinya yang telah mati hingga 10 hari dan membawanya pergi ke mana pun bersamanya. Hal ini diyakini oleh para ilmuwan sebagai mekanisme untuk mengatasi rasa kehilangan sang induk.
Jenis babon Chacma ini hidup dalam kelompok besar, hingga 100 jantan dan betina. Dalam beberapa kasus pengamatan terhadap jenis babon ini, para ilmuwan menemukan bahwa para betina akan membawa mayat bayinya setelah terjadi kematian dalam kurun waktu yang bervariasi, mulai dari satu jam hingga 10 hari.
Selama masa ini, para induk sering merawat bayi mereka dan memperlakukan mayatnya dengan cara yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan bayi yang masih hidup.
"Ada banyak hipotesis untuk menjelaskan respons primata terhadap bayi mereka yang mati. Mungkin hipotesis terkuat adalah bahwa membawa bayi mereka setelah kematian adalah keberlanjutan dari perilaku pengasuhan," ucap Dr Alecia Carter, UCL Antropologi dan Université de Montpellier, dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Prosesornya Disebut Punya Celah Keamanan, AMD Buka Suara
Carter menambahkan bahwa adanya ikatan antara ibu-bayi yang kuat sehingga ikatan itu sulit diputuskan ketika sang bayi mati. Meski begitu, masih menjadi misteri mengapa hanya beberapa induk babon yang membawa bayi mereka yang telah mati.
Menurut hipotesis, kemungkinan besar induk babon tersebut tidak memiliki kemampuan kognitif untuk memahami perbedaan antara bayi yang tidak responsif dan bayi yang telah mati.
Meski begitu, beberapa induk tampak menyadari bahwa mereka telah kehilangan bayinya karena dibawa dengan cara diseret di tanah.
Para ilmuwan berpendapat dalam Royal Society Open Science bahwa perilaku tersebut kemungkinan besar dikenal sebagai "hipotesis manajemen kesedihan".
Di mana para induk babon tetap membawa bayi mereka ke mana pun sebagai cara untuk menangani rasa kehilangan. Para ahli menyebut adanya ikatan sosial kuat yang dimiliki antara induk dan anak semasa hidup.
Baca Juga: Dahulu Kala, Bumi Berputar Lebih Cepat
Dilansir laman IFL Science, kurun waktu yang bervariasi dalam membawa mayat bayi babon kemungkinan dipengaruhi oleh usia ibu, penyebab kematian, dan mungkin kondisi iklim.
"Primata lain membawa bayi mereka yang mati untuk periode waktu yang lebih lama. Simpanse dan kera Jepang misalnya, telah diamati membawa bayi selama lebih dari sebulan. Namun, babon Chacma tinggal di lingkungan padang pasir sangat keras, membuatnya kesulitan bagi seorang ibu untuk menggendong bayinya dalam waktu lama," ucap Carter.
Tak hanya itu, para jantan juga terlihat merawat dan melindungi bayi yang mati selama periode ini. Dalam satu contoh kasus, seekor babon jantan diamati merawat bayi ketika sang betina pergi untuk sementara.
Penemuan ini menambah pemahaman ilmiah tentang ilmu yang dikenal sebagai "thanatologi" atau studi tentang reaksi terhadap kematian dan bagaimana hal itu berdampak pada individu yang hidup.
Memahami bagaimana tanggapan hewan terhadap kematian berbeda dari manusia, memberikan wawasan tentang evolusi pikiran spesies dan asal-usul kesadaran manusia tentang kematian itu sendiri.