Suara.com - Pendarat Chang'e-4 dan penjelajah Yutu 2 diluncurkan ke Bulan pada 8 Desember 2018 dan melakukan pendaratan pertama di sisi jauh Bulan pada awal Januari 2019.
Baru-baru ini, Yutu 2 menemukan sesuatu yang aneh dan terlihat seperti batu yang berusia relatif muda.
Penjelajah milik China itu mencitrakan bebatuan yang tersebar dan nampak berwarna lebih terang pada hari ke-13 misi pada Desember tahun lalu.
Spesimen tersebut sangat berbeda dari yang telah dipelajari oleh robot penjelajah sebelumnya.
Baca Juga: Mengekor, Spacebit Buat Robot Penjelajah Bulan
Penemuan baru itu bisa memberi wawasan lebih mengenai sejarah geologi dan evolusi daerah tersebut, yang disebut kawah Von Kármán.
Hasil dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan oleh tim penjelajah mengungkapkan adanya sedikit erosi yang disebabkan oleh mikrometeorit dan perubahan suhu di siang dan malam Bulan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa fragmen itu relatif muda. Seiring berjalannya waktu, batu cenderung terkikis menjadi tanah.
Warna berbeda dari batu tersebut juga mengindikasikan bahwa bebatuan mungkin berasal dari daerah yang berbeda dengan daerah yang dijelajahi Yutu 2.
Dan Moriarty, seorang postdoctoral NASA di Goddard Space Flight Center di Maryland, mengatakan bahwa ukuran, bentuk, dan warna batuan memberikan petunjuk asal bebatuan tersebut.
Baca Juga: Benarkah NASA akan Kirim Robot Penjelajah Air di Kutub Selatan Bulan?
"Karena (bebatuan) semuanya terlihat cukup mirip dalam ukuran dan bentuk, masuk akal untuk menebak bahwa semuanya mungkin terkait. Chang'e-4 mendarat di wilayah yang penuh material vulkanik, itu jauh lebih gelap daripada kerak dataran tinggi Bulan biasa. Jika batu-batu ini memang lebih terang dari tanah, itu bisa berarti bahwa itu terdiri dari komponen yang lebih tinggi dari bahan kerak dataran tinggi yang terang daripada tanah yang kaya akan gunung berapi di sekitarnya," ucap Dan Moriarty, seperti dikutip dari Space.com.