Suara.com - Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara yang membeli alat komunikasi rahasia yang diproduksi oleh Crypto AG, sebuah perusahaan di Swiss, yang ternyata telah disadap selama puluhan tahun oleh dinas intelijen Amerika Serikat (CIA) dan Jerman Barat (BND).
Informasi ini terkuak dalam sebuah laporan surat kabar AS, Washington Post pada Selasa (11/2/2020). Di dalamnya disebut bahwa Indonesia bersama lebih dari 120 negara lainnya tidak sadar bahwa alat yang mereka beli dan gunakan itu sudah disadap oleh CIA dan BND.
Alat komunikasi rahasia itu digunakan untuk mengirim informasi militer dan diplomatik menggunakan kode-kode yang sudah terenkripsi atau dilindungi oleh sandi.
Tetapi CIA dan BND rupanya telah berhasil menyadap dan memiliki kunci enkripsi alat tersebut, sehingga selama bertahun-tahun berhasil mencuri informasi rahasia negara-negara yang menggunakan perangkat buatah Crypto AG tersebut.
Baca Juga: Pesawat Alien Hijau di Site 7: Rahasia CIA soal UFO di Uni Soviet Terungkap
Lebih gila lagi, CIA dan BND ternyata adalah pemilik atau pemegang saham Crytpto AG. BND pada 1990 telah menjual sahamnya di perusahaan itu dan saham tersebut diambil oleh CIA.
Dengan kata lain, CIA dan BND tidak saja berhasil mencuri rahasia ratusan negara menggunakan perangkat itu tetapi juga memperoleh keuntungan finansial darinya.
Suara.com sudah menghubungi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengonfirmasi laporan ini. Kami juga sudah mengirim pertanyaan tertulis dan BSSN berjanji akan memberikan penjelasan melalui juru bicara resminya.
Hingga berita ini ditayangkan, Suara.com juga berusaha meminta penjelasan dari Kementerian Luar Negeri.
Indonesia Pelanggan Terbesar
Baca Juga: Iran Eksekusi 17 Mata-mata Intelijen CIA
Dalam laporannya Washington Post membeberkan bahwa pada dekade 1980an, Indonesia adalah salah satu pelanggan terbesar Crypto AG.
"Pada 1981, Arab Saudi adalah pelanggan terbesar Crypto AG, disusul oleh Iran, Italia, Indonesia, Irak, Libya, Yordania, dan Korea Selatan," tulis media tersebut.
Tetapi pada pertengahan 1990an, setelah sejumlah media di AS mulai mencium keterlibatan CIA di Crypto AG, Indonesia bersama sejumlah negara lain disebut membatalkan kontrak dengan perusahaan itu.
Tidak diketahui berapa lama Indonesia menggunakan alat komunikasi buatan Crypto AG. Tetapi dalam laporan Washington Post disebutkan bahwa CIA memanfaatkan perangkat tersebut untuk mencuri informasi negara asing dari periode 1950an sampai 2018 kemarin.
CIA, misalnya, menggunakan alat komunikasi rahasia tersebut untuk menguping komunikasi para pemimpin Libya setelah pengeboman klub malam La Belle di Berlin Barat pada 3 April 1986, yang turut menewaskan dua prajurit militer AS.
Berkat informasi itu, AS tahu bahwa pengemboman di Berlin Barat itu adalah ulah Libya. Sebagai balasan, AS kemudian mengebom Libya pada 15 April 1986. Konon salah satu korban dalam aksi balas dendam AS itu adalah puteri pemimpin Libya ketika itu, Muammar Khadafi.
AS juga memanfaatkan Crypto AG untuk menguping komunikasi para pemimpin Argentina demi membantu Inggris dalam Perang Falklands di 1982; menguping komunikasi Presiden Mesir, Anwar Sadat ketika ia menjadi mediator dalam pembicaraan damai Israel - Palestina di Camp David, AS pada 1978; dan mencuri informasi soal senjata nuklir India - Pakistan.
Menurut laporan kantor berita Associated Press, Selasa (11/2/2020), pemerintah Swiss telah mulai memeriksa Crypto setelah Washington Post melaporkan skandal ini.
Adapun Crypto AG sudah dilikuidasi pada 2018, tetapi sebagian besar asetnya dibeli oleh dua perusahaan swasta lain, CyOne Security dan Crypto International.