Suara.com - Warnanya hitam dan mengkilat seperti batu akik pada umumnya, tetapi sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebuah kepingan batu di Italia adalah ceceran otak dari korban letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 Masehi.
Para antropolog yang selama bertahun-tahun telah meneliti kerangka dan sisa-sisa tubuh dari korban letusan dasyat tersebut menyebut temuan otak itu sensasional dan unik. Studi itu diterbitkan Kamis (23/1/2020) di The New England Journal of Medicine.
Batu itu diteliti awalnya karena ditemukan di dalam tengkorak salah satu korban bencana bersejarah tersebut.
"Pada Oktober 2018, saya menemukan tengkorak itu dan melihat ada sesuatu yang berkilau di dalam tengkorak yang telah pecah," kata Pier Paolo Petrone, salah satu peneliti dalam studi itu.
Baca Juga: Ilmuwan Ungkap Misteri Otak Manusia Berusia 2.600 Tahun
Petrone, yang merupakan pakar antropologi forensik pada University of Naples Federico II, ia sejak awal sudah tahu bahwa batu hitam berkilau itu adalah otak manusia.
Batu itu kemudian diteliti ole Piero Pucci di laboratorium bioteknologi CEINGE di Napoli, Italia. Hasilnya menunjukan bahwa batu tersebut mengandung protein dan asam lemak dari rambut serta otak manusia.
Batu hitam berkilau itu ditemukan di situs purbakala Herculaneum, dekat Pompeius. Dulunya tempat itu adalah tempat berlibur populer untuk kaum elit Pompeius. Ketika Vesuvius meletus, kota itu disapu lahar setinggi 16 meter.
Tengkorak yang di dalamnya terdapat batu hitam dari ceceran otak itu diduga milik penjaga College of The Augustales, sebuah sekte pemuja Kaisar Agustus. Sisa-sisa tubuhnya ditemukan pada dekade 1960an di atas sebuah tempat tidur kayu.
Otak yang membatu itu diduga terpapar panas dari lahar yang suhunya mencapai 520 derajat Celcius. Akibatnya lemak dan jaringan tubuh korban pun menguap dalam sekejap.
Baca Juga: Waduh! Otak Manusia Bisa Berubah Jika Tinggal di Kutub Selatan
"Suhu tinggi dari lahar membakar lemak dan jaringan lunak tubuh, sehingga menyebabkan otak korban berubah menjadi seperti kaca," jelas para ilmuwan.