Suara.com - Langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menggandeng Netflix untuk mengembangkan industri perfilman nasional, dinilai pengamat 'melenceng' dari sejumlah regulasi yang seharusnya dijalankan oleh platform streaming itu, sebelum berbisnis di Indonesia.
"Mas Nadiem harus diingatkan kalau sekarang adalah pejabat publik, bukan lagi pengusaha. Sebagai pejabat publik ada regulasi yang harus ditegakkan dan wibawa bangsa dijaga. Saya melihat aksinya dengan Netflix itu seperti tak berkoordinasi dengan Menkominfo, Menkeu, atau Menparekraf yang menginginkan Netflix penuhi dulu kewajiban sebelum berbisnis di Indonesia," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam keterangan resminya.
Menurutnya, untuk bekerja sama, harus dilihat dulu status badan hukum Netflix di Indonesia. Sebab berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap di Indonesia.
"Setahu saya baru ada akun Twitter NetflixID. Sudah ada PT atau badan hukum Indonesia belum itu Netflix?" tanyanya.
Ditambahkannya, kerja sama Kemdikbud dengan Neflix ini jauh di bawah ekspektasi publik akan sosok pembaharu dan diharapkan memberi terobosan dari seorang Nadiem Makarim.
Baca Juga: Mengerikan! NASA Temukan Dua Planet Bertabrakan
"Kita harapkan Kemendikbud dengan Pustekkom dan produser film Indonesia serta industri kreatif bisa mandiri bikin platform sendiri seperti Nadiem bangun Gojek. Kalau hanya gabung ke Netflix, nggak perlu seorang lulusan Harvard yang kesohor, teman-teman Youtuber yang pendidikannya di pelosok daerah juga bisa berpikir seperti itu. Jadi kalau kerja sama dengan Netflix bukan terobosan tapi kebobolan kita. Hal itu kan karena pemerintah sendiri sedang kesulitan mengejar pajak platform Over The Top termasuk Netflix," katanya.
Dikatakannya, jika melihat model kerjasama yang ditawarkan Netflix ke Kemdikbud lebih kepada "gimmick marketing" karena nilai US$1 juta itu dalam bentuk komitmen menggelar sejumlah pelatihan bagi kreator film.
"Padahal, memiliki platform sendiri buatan anak bangsa selangkah baik dibanding menggunakan platform OTT dari luar. Tapi kalau kita tidak membuat, ada kewajiban Badan Usaha Tetap (BUT) itu. Dan tidak cuma BUT, tapi harus merekrut sekian orang Indonesia sebagai karyawan. Dan tentunya, ada kewajiban memberi ruang bagi film, video atau karya kreatif orang Indonesia," pungkasnya.
Secara terpisah, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala mengingatkan, platform Netflix memiliki ancaman terhadap kebudayaan bangsa Indonesia.
"Di Netflix itu banyak konten tak sesuai dengan karakter bangsa, terutama soal Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT)," tanyanya.
Baru-baru ini, Netflix digandeng Kementerian Pendidikan dan Budaya untuk mengadakan pelatihan penulis naskah.
Baca Juga: Modal Nada Ngawur, YouTube Tetap Bisa Tebak Lagu yang Dimaksud
Nantinya, Netflix dan Kemendikbud akan memilih 10 penulis naskah untuk mengikuti pelatihan di Hollywood, Los Angeles, Amerika Serikat pada bulan Maret 2020. Selain itu, nantinya di Indonesia Netflix juga akan mengadakan pelatihan untuk penulisan naskah di Indonesia untuk 100 orang.
Keseriusan Netflix terlihat dari nilai Investasi yang diberikan yaitu sebesar US$1 juta atau setara Rp 14 miliar melalui beberapa kegian inisiatif seperti pelatihan penulisan.
Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama, dan Menkeu Sri Mulyani mendorong pemain seperti Netflix melakukan investasi di Indonesia. Ketiganya juga tengah berpikir keras bagaimana caranya agar perusahaan yang basisnya di luar negeri diterapkan pajak digital.