Suara.com - IBM berinovasi dengan membuat baterai dengan bahan dasarnya berasal dari olahan air laut.
Teknologi baru ini tentu berseberangan dengan teknologi baterai saat ini, yang menggunakan cobalt sebagai bahan utama. Hal ini membuat permintaan cobalt meningkat, seiring dengan meningkatnya pasar mobil elektrik.
Bukan hanya menggunakan bahan yang ramah lingkungan, IBM juga mengklaim hasil inovasinya tersebut bisa mengalahkan performa baterai lithium urusan biaya produksi, pengisian daya, hingga efisiensi energi.
Secara teknis, IBM Research mencatat bahwa kepadatan energi pada baterai barunya ini mencapai 10.000 W/L, jauh lebih tinggi dari lithium ion. Sedangkan durasi pengisian baterainya pun hanya memakan waktu 5 menit untuk mengisi baterai hingga 80 persen.
Baca Juga: Pengumuman Absurb di Depan Toilet Ini Bikin Ngakak
Namun, IBM tidak bekerja sendiri dalam proses pembuatan baterai berbahan air laut ini, melainkan turut dibantu oleh Mercedes Benz, penyuplai elektrolit baterai Central Glass, dan pembuat baterai Sidus agar baterai ini bisa diproduksi untuk keperluan komersial.
Hanya saja, perlu dicatat bahwa baterai tersebut merupakan prototipe pertama, sehingga memerlukan masa percobaan selama satu tahun. Jeff Welser selaku VP IBM Research juga mengatakan, mereka belum tentu menjual baterai ini kepada konsumen.
"Banyak material di baterai, termasuk nikel dan cobalt, mempunyai dampak buruk bagi lingkungan dan manusia. Cobalt contohnya, yang banyak tersedia di Afrika Tengah, tengah bermasalah karena praktik penambangan yang tak bertanggung jawab dan terlalu eksploitatif," kata salah seorang peneliti di IBM, Young-hye Na seperti dikutip dari laman Techradar, Senin (23/12/2019).
"Dengan menggunakan tiga materai baru ini, yang sebelumnya belum pernah dipakai di baterai, tim kami di IBM Research sudah menemukan material baru untuk baterai yang tak menggunakan logam berat ataupun bahan lain yang bermasalah," imbuhnya.
Langkah IBM membuat baterai dari air laut sendiri didorong oleh jumlah cobalt yang kian berkurang akibat permintaan baterai yang terus meningkat drastis, sehingga ditakutkan bahan tambang itu akan habis dan menjadi komoditas yang langka.
Baca Juga: 5 Smartphone Rp 2 Jutaan Cocok Buat Main PUBG Sepanjang 2019