Suara.com - Produsen ponsel lokal atau asli Indonesia seperti Advan dan Evercoss kian terpinggirkan setelah kalah bersaing dari merek-merek luar, khususnya yang berasal dari China, demikian dikatakan firma riset IDC Indonesia.
Analis IDC Indonesia, Risky Febrian, mengatakan tergerusnya merek lokal disebabkan oleh pergeseran tren pasar dari ponsel pemula ke menengah. Advan dan Evercoss diketahui memproduksi gawai-gawai kelas pemula dengan harga di bawah Rp 1,4 juta.
"Produk lokal makin ke sini, makin sulit berkompetisi karena kami melihat tahun sebelumnya masih ada produk lokal yang masuk ke Top 5. Tahun ini cukup sulit karena seluruh vendor di Top 5 makin masuk ke seluruh segmen," jelas Risky seperti dilansir Antara.
Dalam laporan kuartal ketiga 2019, IDC mengungkapkan bahwa lima penguasa pasar ponsel Indonesia didominasi oleh merek asal Tiongkok seperti Xiaomi, Oppo, Vivo, dan Realme. Satu-satunya merek dari luar China yang masuk dalam top 5 adalah Samsung.
Baca Juga: IDC: Samsung Tersungkur di Indonesia, Digerus Oppo dan Vivo
Padahal di kuartal-kuartal sebelumnya, merek lokal Advan masih bisa bercokol di daftar lima penguasa pasar ponsel Tanah Air.
"Makin ke sini, banyak vendor global yang agresif pada rentang harga ponsel satu sampai dua juta. Itu membuat vendor lokal sangat sulit berkompetisi," kata Risky.
Agar bisa tetap bertahan hidup, IDC menduga merek-merek lokal Indonesia akan menggeser bisnis mereka dengan memproduksi perangkat pintar lainnya.
"Mereka bukan hanya fokus ke ponsel pintar. Banyak merek lokal menawarkan perangkat smart home atau smart tv, wearable devices, seperti smartwatch. Untuk selamat, mereka tidak lagi bergantung pada produk smartphone," beber dia.
IDC mencatat bahwa segmen ponsel menengah (di rentang harga Rp 2,8 juta - Rp5,6 juta) semakin besar di Tanah Air. Pergeseran itu dimulai ketika sejumlah merek Tiongkok masuk ke Indonesia.
Baca Juga: Survei IDC: Realme Melejit, Xiaomi Menjerit
"Tiga tahun lalu, masih 30 sampai 40 persen. Sekarang pada kuartal tiga 2019, segmen ultra low-end hanya 19 persen. Sedangkan, kombinasi low-end dan mid-end sudah mencapai lebih dari 70 persen," kata Risky.