Suara.com - Gempa Maluku Utara bermagnitudo 7,1 yang terjadi pada Kamis malam (14/11/2019) rupanya disebabkan oleh deformasi atau penyesaran dalam Lempeng Laut Maluku, demikian dijelaskan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jumat (15/11/2019).
"Gempa ini merupakan jenis gempa menengah akibat adanya deformasi atau penyesaran dalam Lempeng Laut Maluku. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault)," jelas Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.
Hasil analisis BMKG menunjukkan informasi awal gempa ini memiliki magnitudo magnitudo 7,4 dengan kedalaman 10 km yang selanjutnya dimutakhirkan menjadi 7,1.
Episenter terletak pada koordinat 1.67 LU dan 126.39 BT tepatnya di laut pada jarak 134 km arah Barat Laut Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara kedalaman 73 km.
Baca Juga: Pascagempa 7,1 SR, BMKG Catat 74 Kali Gempa Susulan di Laut Maluku Utara
Guncangan gempa dirasakan di Bitung dan Manado IV-V MMI dimana guncangan dirasakan hampir semua orang. Gempa juga dirasakan di Gorontalo, dan Ternate.
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini berpotensi tsunami dengan status ancaman waspada (estimasi tsunami kurang dari 0,5 m) untuk daerah Minahasa Utara Bagian Selatan.
Berdasarkan monitoring muka air laut (tide gauge) menunjukan ada catatan tsunami kecil di Ternate setinggi 6 cm pukul 23.43 WIB), Jailolo setinggi 9 cm pukul 23.43 WIB dan Bitung 10 cm tanggal 15 November 2019 pukul 00.08 WIB.
Peringatan Dini Tsunami ini dinyatakan berakhir pada hari Jum’at 15 November 2019 pukul 01.45 WIB.
Hingga Jumat siang diketahui sudah lebih dari 110 kali terjadi gempa susulan di sekitar Laut Maluku.
Baca Juga: Jailolo Diguncang Tiga Kali Gempa dalam Hampir 30 Menit