Suara.com - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mendorong produksi baterai lithium tidak hanya dari nikel saja, namun juga dari garam.
Baterai lithium ini diperkirakan akan banyak diperlukan di Indonesia untuk industri kendaraan listrik seperti motor listrik dan mobil listrik.
"Motor listrik itu perlu baterai. Baterainya itu sekarang lithium dan kabar baiknya adalah baterai lithium itu bisa dibuat di Indonesia, karena memang ada komponennya," ungkap Bambang di Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Terkait produksi baterai lithium dengan bahan baku nikel, saat ini pemerintah sudah mengizinkan pendirian pabrik baterai PT QMB New Energy Materials di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
Baca Juga: Perintis Baterai Lithium Ion Diganjari Nobel Kimia 2019
Nantinya, pabrik hasil kerja sama Indonesia, Jepang, dan China ini akan mengolah nikel menjadi baterai yang siap dipakai oleh berbagai jenis kendaraan listrik.
"Komponen pertama yang bisa jadi baterai lithium, yang memang sudah siap secara teknologi itu dari unsur nikel. Di Morowali sudah dibangun pabrik baterai lithium. Mudah-mudahan bisa menjadi tulang punggung dari baterai lithium untuk motor listrik atau mobil listrik kita di masa depan," harap Bambang.
Menristek/Kepala BRIN mengaku optimis Indonesia dapat memproduksi baterai lithium dari nikel, namun ada satu inovasi pembuatan baterai lithium yang sudah dikembangkan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Inovasi ini dapat memproduksi baterai lithium secara lebih terjangkau.
"Yang menarik dari ITS, mereka bisa mengembangkan baterai lithium dari sisanya garam. Jadi garam di Madura setelah unsurnya diambil menjadi garam (konsumsi). Sisanya bisa jadi baterai lithium," lanjutnya.
Menteri Bambang mendukung pengembangan oleh ITS karena produksi baterai lithium dari garam ini menggunakan bahan dari proses produksi garam yang selama ini dibuang.
Baca Juga: Ini Ketentuan Penggunaan Baterai Lithium dalam Penerbangan
"Tidak ada waste (sisa produksi), tapi di satu sisi ini bisa mendorong energi terbarukan. Karena nanti kalau (Indonesia) sudah menuju listrik dan listriknya digerakkan dengan energi terbarukan, akhirnya kita tidak usah khawatir dengan harga baterai yang saat ini dikeluhkan sangat mahal," pungkas Bambang dengan optimis.