Suara.com - Konsumen Indonesia seringkali menggunakan jasa titip (jastip) untuk membeli gawai yang diinginkan dari luar negeri jika produk itu tidak hadir di Tanah Air.
Tapi, bagaimana praktik jastip setelah aturan Identitas Internasional Perangkat Bergerak (IMEI) diteken pada Jumat (18/10/2019)?
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi meminta para pelaku jastip ponsel pintar untuk mengikuti aturan yang berlaku.
Heru mengatakan barang bawaan dari luar negeri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017, yang terbit pada Desember 2017.
Baca Juga: Aturan IMEI Diteken, Kemenperin Masih Berunding soal Transfer Data
Barang bawaan dari luar negeri itu termasuk ponsel, akan dikenakan bea masuk jika berharga di atas 500 dolar Amerika Serikat, atau sekitar Rp 7.071.000. Sedangkan saat ini, bea masuk untuk pembelian ponsel dari luar negeri berlaku Rp 0.
Selain bea masuk, setiap unit ponsel yang dibawa dari luar negeri akan dikenakan pajak berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dan Pajak Penghasilan 7,5 persen.
Heru mengatakan setiap orang dari luar negeri hanya dapat membawa maksimal dua unit ponsel baru. Jika lebih dari dua perangkat, barang akan disita oleh petugas bea cukai.
Terkait nomor IMEI, tanda terima dari petugas bea cukai, lanjut Heru, dapat dijadikan dasar untuk registrasi IMEI di Indonesia.
Para pelaku jastip seringkali membawa lebih dari dua perangkat ponsel dengan alasan untuk dipakai pribadi.
Baca Juga: Diteken Hari Ini, Aturan IMEI Berlaku Tahun Depan
Heru menilai aturan IMEI sangat efektif untuk menekan peredaran ponsel ilegal. Setelah aturan itu berlaku, ponsel dengan IMEI yang tidak terdaftar tidak dapat tersambung ke jaringan seluler di Indonesia.
"Mari kita ikuti ketentuannya," ajak dia. [Antara]