Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan bahwa aturan IMEI yang baru saja diteken berpotensi memberikan pendapatan senilai Rp 2 triliun per tahun.
Aturan IMEI yang bertujuan memberantas peredaran ponsel-ponsel ilegal dari pasar gelap atau black market di Tanah Air disahkan pada Jumat (18/10/2019) oleh Menteri Kominfo, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
"(Aturan IMEI) Untuk memastikan pendapatan negara tidak terganggu dari ponsel," kata Rudiantara saat penandatangan aturan IMEI di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta.
Penerapan aturan tingkat menteri ini akan memanfaatkan Sistem Basis Data IMEI Nasional (Sibina), yang berada di bawah Kemenperin untuk mengidentifikasi keabsahan nomor IMEI perangkat elektronik seperti ponsel yang beredar di dalam negeri.
Baca Juga: Aturan IMEI Diteken, Kemenperin Masih Berunding soal Transfer Data
Ponsel yang nomor IMEI-nya tak tercatat alias ilegal kemungkinan besar akan diblokir oleh perusahaan operator seluler Indonesia, dalam koordinasi dengan Kementerian Kominfo.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada awal bulan ini meyakinkan sistem registrasi tersebut aman karena memiliki mekanisme yang jelas dan terlindungi enkripsi.
Pencatatan IMEI akan disertai dengan sejumlah data pendukung agar menghasilkan data yang unik, misalnya Mobile Station International Subscriber Directory Number (MSISDN) alias nomor ponsel.
Data pendamping tersebut berasal dari operator seluler dan dilindungi dengan enkripsi sehingga hanya pemilik data yang dapat membuka data tersebut. Operator seluler secara berkala akan memperbarui data itu dan mengirimnya ke Sibina.
Baca Juga: Diteken Hari Ini, Aturan IMEI Berlaku Tahun Depan