Suara.com - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyampaikan masukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memberlakukan regulasi perangkat telekomunikasi seluler melalui identifikasi International Mobile Equipment (IMEI).
Ririek Ardiansyah, Ketua Umum ATSI mengatakan secara prinsip pihaknya sangat mendukung langkah pemerintah untuk menetapkan impor atau tata niaga dari perangkat handphone.
Namun, perlu juga ada pertimbangan terhadap seluruh stakeholder, karena menurut Ririek, selain pemerintah ada juga operator, masyarakat, dan vendor.
"Ini perlu kita atur juga sehingga tujuan yang diharapkan pemerintah tercapai. Tapi juga kenyamanan dan keinginan stakeholder lain terfasilitasi," ujar Ririek, di Jakarta, baru-baru ini.
Baca Juga: Samsung Buka Suara Soal Regulasi Validasi IMEI
Lebih lanjut, Ririek berharap, biaya pengadaan alat pendeteksi IMEI nantinya tidak hanya dibebankan pada operator. Pasalnya, tidak sepenuhnya benefit untuk operator.
"Sebenarnya, biaya ini kan mestinya tidak dibebankan kepada operator, tapi dibebankan kepada pemerintah karena benefit-nya ada di pemerintah," kata Ririek.
Berikut rekomendasi yang diajukan ATSI kepada pemerintah:
1. Regulasi tersebut diminta hanya diberlakukan untuk perangkat seluler baru. Perangkat existing, atau yang sudah ada sekarang, tidak diwajibkan untuk registrasi di sistem pengendalian alat dan perangkat menggunakan IMEI (SIBINA) dan tidak dilakukan pemblokiran.
2. Mengingat inisiatif ini bukan merupakan kewajban dalam lisensi operator seluler, ATSI menginginkan seluruh biaya pengadaan investasi sistem Equipment Identity Register (EIR) tidak dibebankan ke operator seluler.
Baca Juga: Aturan IMEI Belum Jelas, Kominfo: Lagi Bahas Pajak Ponsel BM dengan Menkeu
Operator seluler merasa tidak diuntungkan dengan regulasi IMEI tersebut. Dalam hal ini, pemerintah dan vendor smartphone dinilai sebagai pihak paling diuntungkan.
3. ATSI menuntut perlindungan data dari pemerintah agar data IMEI yang mereka berikan tidak bocor.
4. Mengusulkan agar SIBINA dibangun secara redundansi untuk proteksi, sehingga dapat mengatasi potensi Single Point Of Failure (SPOF).
5. Mengusulkan agar SIBINA dapat menjamin pelanggan untuk dapat memilih operator pilihannya nanti.
6. Regulasi IMEI diminta tidak diberlakukan bagi Inbound Roamer. Inbound Roamer ini merujuk pada pendatang dari luar negeri, termasuk turis dan pebisnis. Hal ini agar mereka tidak kesulitan ketika masuk ke Indonesia.
7. Sebagai bagian dari pelayanan kepada masyarakat, operator seluler akan memproses pelaporan perangkat seluler yang hilang atau dicuri, sehingga tidak disalahgunakan oleh pengguna lain, dan data tersebut akan diteruskan ke SIBINA.
8. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan kesepakatan kerja sama dengan GSMA terkait dengan alokasi IMEI dengan Type Allocation Code (TAC) Indonesia, atau yang merepresentasikan IMEI nasional sebagai identitas semua perangkat seluler baru, yang membedakan dengan IMEI perangkat exsisting.
9. Pemerintah diminta menunjuk kementerian terkait untuk membangun dan menyediakan Call Centre dan Customer Service agar melayanani pendaftaran IMEI perangkat milik pelanggan. ATSI menilai hal tersebut bukan tugas pokok dan fungsi dari operator seluler.
10. Menteri terkait diminta segera menandatangani peraturan menteri soal IMEI, serta menjadikannya sebagai payung hukum dan tidak mengatur hal teknis. Pengaturan teknis terkait tata cara sistem dan pengendalian perangkat berbasis IMEI sebaiknya diatur lebih lanjut dalam peraturan dirjen.