Dikatakanya bahwa hasil riset awal P2LD-LIPI akan dikomparasi dengan berbagai data, hasil penelitian, observasi maupun hipotesa dari berbagai lembaga perikanan dan instasi terkait untuk dilaporkan kepada Pemerintah Kota Ambon, agar bisa diumumkan kepada publik dan mengurangi lebih banyak spekulasi yang beredar di masyarakat.
"Semuanya kan ada tahapannya, hasil yang ada sekarang adalah penelitian awal yang dilakukan berdasarkan uji sampel yang didapatkan setelah kejadian, kita perlu melihat yang sebelumnya dan penelitiannya lagi jalan, dalam proses," demikian Nugroho D. Hananto.
Pergerakan air laut
Diduga peristiwa kematian massal ikan yang terjadi dalam rentang waktu berbeda-beda disebabkan oleh adanya pergerakan masa air atau upwelling, fenomena naiknya air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar dari dasar laut ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.
Baca Juga: LIPI Segera Ungkap Pemicu Kematian Massal Ikan Laut Dalam di Ambon
Irma Kesaulya, peneliti dari FPIK Universitas Pattimura dalam laporannya bahwa hasil analisa lambung sampel ikan mati dan sampel air laut dari Leahari menunjukan kematian ikan dipengaruhi oleh rendahnya temperatur air laut dan hipoksia atau kurangnya pasokan oksigen.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan riset kondisi suhu permukaan perairan di Leahari yang ketika diuji berada pada kisaran suhu tiga hingga empat derajat celcius.
"Dari hasil uji sampel di Jurusan Ilmu Kelautan, ada dua asumsi yang kita dapatkan, yakni akibat hipoksia dan temperatur yang rendah, karena kondisi suhu di permukaan air laut mencapai tiga hingga empat derajat celcius," ujar Irma.
Menurutnya, peristiwa kematian massal ikan pernah terjadi sebelumnya di Bali dan Australia. Tidak ada laporan yang menyebutkan peristiwa di dua wilayah tersebut berkaitan dengan bencana alam atau kemungkinan akan terjadi bencana.
"Kondisi seperti ini juga pernah terjadi di Bali dan Australia, bedanya saat itu di Australia dalam kondisi musim panas," katanya.
Baca Juga: Ikan Mati Massal di Pantai Ambon, LIPI Terjunkan Peneliti
Bukan pertanda bakal tsunami