Suara.com - Indonesia dilaporkan menjadi salah satu target pelaku kejahatan siber yang menyerang fasilitas farmasi. Laporan ini diungkap oleh Kaspersky sebagai perusahaan keamanan siber global yang mencatat bahwa adanya peningkatan pada jumlah perangkat yang terkena serangan dari para pelaku kejahatan siber.
Dari 44 mesin yang terinfeksi pada 2017 dan peningkatan 1 persen pada 2018. Jumlah upaya serangan yang terdeteksi tahun ini menunjukkan bahwa hampir setiap perangkat (5 dari 10) fasilitas farmasi kini menjadi target serangan secara global.
Indonesia sendiri menduduki negara keempat yang memiliki serangan terbanyak dengan persentase sebesar 46 persen. Negara lainnya yang terdeteksi antara lain Pakistan dengan 54 persen, Mesir sebesar 53 persen, Meksiko dengan 47 persen, dan Spanyol sebesar 45 persen.
"Walaupun diketahui fakta bahwa pelaku penjahat siber dapat dengan mudah memperoleh uang dengan menyerang bank, kami juga mengamati bahwa peretas ini serta kelompok cyberespionage perlahan-lahan memberikan perhatiannya terhadap industri kedokteran canggih," ucap Yury Namestnikov, Head of Global Research and Analysis Team (GReAT) Russia di Kaspersky.
Baca Juga: Serangan Siber Dapat Berbentuk Software Bajakan
Yury Namestnikov menambahkan bahwa pelaku kejahatan siber mulai menyadari jika perusahaan farmasi menyimpan data yang sangat berharga seperti obat dan vaksin terbaru, penelitian terbaru, serta rahasia medis. Munculnya teknologi operasional yang terhubung internet (OT) di dalam obat-obatan ini juga berkontribusi terhadap meluasnya serangan.
Kelompok Advanced Persistent Threat (APT) telah melakukan pengintaian atas obat-obatan secara global, di antaranya termasuk Cloud Atlas dan APTP10 yang dikenal sebagai MenuPass.
"Berdasarkan pemantauan kami terhadap beberapa gerakan aktor APT di Asia Pasifik dan secara global, kami memperkirakan bahwa kelompok-kelompok ini menginfeksi server dan mengekstrak data dari perusahaan farmasi," tambah Yury Namestnikov.
Di sisi lain, meningkatnya penggunaan sistem EMR atau rekam medis elektronik pun membuka peluang lebih bagi para peretas untuk menargetkan rumah sakit. Umumnya, rumah sakit menggunakan layanan seperti OpenEMR, OpenMRS, atau aplikasi web serupa.
OpenEMR dan OpenMRS sendiri merupakan platform terbuka untuk manajemen praktik medis. Organisasi mana pun dapat menggunakan produk ini untuk bisnis tanpa batasan. Karena sifatnya terbuka membuat keduanya sangat sensitif terhadap serangan siber.
Baca Juga: Serangan Siber Pemilu 2019, BSSN Kontak Facebook dan Twitter
Oleh karena itu, untuk menggunakan platform secara aman, Denis Makrushin selaku Arsitek Keamanan di Ingram Micro menyarankan, fasilitas kesehatan untuk melakukan sikls tetap pengembangan perangkat lunak yang aman secara teratur, melakukan kontrol permukaan serangan, dan meningkatkan kesadaran keamanan untuk setiap orang yang terlibat.