Jika medan tegangan yang tersimpan dalam sudah habis, ia menjelaskan, maka aktivitas gempa swarm ini dengan sendirinya akan berakhir.
"Bagi kalangan ahli, gempa swarm merupakan fenomena alam biasa. Namun demikian karena fenomena semacam ini jarang terjadi dan masyarakat sebagian besar belum banyak memahaminya, maka wajar jika banyak warga yang merasa resah," kata Daryono.
Dari 76 gempa yang terjadi selama periode 10 - 21 Agustus, terdapat lima gempa yang guncangannya dirasakan oleh warga. Pertama, dua gempa pada 19 Agustus yang masing-masing berkekuatan M 3 dan M 2,5.
Tiga gempa lainnya terjadi pada 21 Agustus, masing-masing berkekuatan M 3,9, M 3,4, dan M 3,3.
Baca Juga: Sukabumi Ikut Diguncang Gempa saat HUT RI, Aparat: Kursi Bergetar
Sesar aktif atau aktivitas Gunung Salak?
Puluhan gempa yang terjadi di kawasan itu, demikian menurut data BMKG, rata-rata magnitudo gempanya relatif kecil, yaitu kurang dari M 4,0.
"Jika kita amati klaster sebaran pusat gempa yang berlangsung saat ini, tampak aktivitasnya sangat lokal terkosentrasi di sebelah barat daya Kaki Gunung Salak," jelas Daryono.
Hasil analisis mekanisme sumber, lanjut dia, menunjukkan bahwa gempa yang terjadi dibangkitkan oleh penyesaran dengan mekanisme yang merupakan kombinasi pergerakan mendatar dan naik (oblique thrust fault) dengan kecenderungan strike berarah utara-selatan.
Dari hasil analisis ini ada dugaan bahwa swarm yang terjadi berkaitan dengan mekanisme penyesaran lokal, apalagi didukung dengan data bentuk gelombang yang menunjukkan fasa gelombang S (shear) yang tampak kuat dan jelas.
Baca Juga: Oarfish, Ikan Raksasa Peramal Gempa di Jepang Rupanya Cuma Dongeng
Hanya saja hingga saat ini belum diperoleh referensi mengenai keberadaan struktur sesar aktif yang diduga menjadi biang gempa swarm ini.