Suara.com - Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid menyarankan Pemerintah Indonesia membuat aturan pengenaan denda bertingkat bagi pengunggah kabar bohong atau hoaks di media sosial.
Anita menilai upaya tersebut dapat mengedukasi masyarakat agar lebih menyaring konten yang akan dibagikan di ruang publik.
"Mungkin, sekali posting hoaks denda Rp 50 juta, ketahuan kedua kali denda menjadi Rp 250 juta, ketahuan posting ketiga jadi tambah lagi," ujar Anita di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Penerapan denda, yang bukan hanya bersifat administratif itu, kelak diharapkan dapat menekan jumlah kabar bohong yang beredar di dunia maya.
Baca Juga: Sasaran Empuk Hoaks: Mayoritas, Kaum Fanatik, dan Berpendidikan Tinggi
Anita menambahkan saat ini sudah ada sejumlah negara yang membuat regulasi untuk mencegah peredaran ujaran kebencian di media sosial, di antaranya Jerman dan Singapura.
"Saat konten bermuatan hatespeech itu tidak dihapus sesuai waktu yang ditentukan, maka platform kena denda. Di Jerman dendanya 5 juta Euro," kata dia.
Menurut Anita, di Jerman dan Singapura, saat ini denda hanya dikenakan pada penyedia media sosial. Namun, di Indonesia, penerapan denda seperti itu dinilai tidak akan efektif mengurangi pembuatan maupun persebaran kabar bohong.
Oleh karena itu, ia menilai tidak hanya perusahaan-perusahaan teknologi layaknya Facebook, Google, dan Twitter saja yang perlu didenda saat ada konten hoaks maupun ujaran kebencian.
"Buat pengguna juga perlu denda. Orang akan jadi mikir lagi kalau mau posting," kata dia. [Antara]
Baca Juga: Polisi Klaim Kantongi 5 Akun Penyebar Hoaks Pemicu Kerusuhan Papua