Suara.com - Gempa Bantul, Yogyakarta yang berkekuatan 5,1 skala Richter pada Sabtu malam (10/8/2019) dipicu oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah Lempang Eurasia.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMGK) Rahmat Triyono dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, mengatakan berdasarkan analisis mekanisme sumber, gempa itu dipicu oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan jenis Sesar Naik (Thrust Fault).
“Gempa bumi selatan di Jawa ini, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, tampak bahwa gempa bumi berkedalaman dangkal ini diakibatkan oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah Lempang Eurasia,” kata Rahmat.
Gempa Bantul terjadi pada pukul 20.26 WIB dan berlokasi di 113 kilometer sebelah selatan Kota Wates, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada koordinat 8,88 LS dan 110,06 BT.
Baca Juga: Gempa Yogyakarta saat Takbir Berkumandang, Warga: Ranjang Rasane Goyang
Gempa di kedalaman 71 km itu dirasakan di Sanden Bantul, Kota Jogja, Giri Mulyo, Maguwoharjo Sleman dengan intensitas guncangan II-III MMI. Sementara di Pacitan, Purworejo, Semarang, Klaten, Wonogiri, Kebumen, Cilacap, dan Ponorogo gempa dirasakan dengan intensitas II MMI.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tidak berpotensi tsunami.