Padahal, studi ilmiah tentang kecanduan gim belum bisa memberikan bukti yang definitif atau hanya menunjukkan hasil yang terbatas saja.
Saya tidak mengatakan video gim sebagai media bersih dan bebas dari hal-hal yang negatif.
Sama seperti media-media lainnya, gim punya masalahnya sendiri, seperti misalnya terkait isu ketimpangan dan stereotip representasi ras, gender, serta orientasi seksual dalam penciptaan, penyebaran, dan konsumsi gim di dunia.
Namun, menurut saya masyarakat perlu memperluas pandangan tentang gim sebagai produk budaya secara lebih serius dan tidak hanya dibatasi oleh stigma-stigma yang mengarah kepada kepanikan moral.
Kajian kritis diperlukan agar gim tidak hanya dinilai dari sudut pandang negatif saja.
Dengan kajian kritis, fenomena kecanduan gim di Indonesia seharusnya bisa dilihat secara lebih besar, misalnya kaitannya dengan maraknya pemakaian gawai elektronik lintas generasi serta persaingan penjualan gawai tersebut, atau terbatasnya akses ruang publik untuk keluarga, atau stereotip gim sebagai media untuk anak-anak semata.
Video game adalah media ekspresi budaya yang heterogen dan tidak tunggal, maka sudah sewajarnya pula kita mengkaji video gim melalui berbagai macam perspektif dan pendekatan.
Kita tidak perlu terpancing oleh isu kepanikan moral yang landasannya masih dipertanyakan.
Artikel ini sudah tayang sebelumnya di The Conversation.
Baca Juga: Kaesang Komentari Vivo Z1 Pro, Warganet: Penting Bisa Main PUBG Mas!