Berentetan hingga Gempa Banten, Benarkah Gempa Bisa Menjalar?

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 06 Agustus 2019 | 07:15 WIB
Berentetan hingga Gempa Banten, Benarkah Gempa Bisa Menjalar?
Lokasi gempa Banten yang berkekuatan 7,4 skala Richter pada Jumat malam (2/8/2019). [Twitter/BMKG]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rentetan gempa bumi yang terjadi di Nusantara beberapa waktu belakangan , termasuk yang gempa Banten pada akhir pekan lalu, memantik isu dan kepercayaan di tengah masyarakat bahwa gempa di satu tempat bisa menjalar dan memicu lindu di wilayah lain.

Isu ini ditanggapi oleh Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan sebuah tulisannya di Facebook, Minggu (4/8/2019).

"Pasca gempa Banten M 6,9 pada 2 Agustus 2019, kini berkembang berita yang viral di media sosial bahwa akan terjadi gempa besar megathrust berkekuatan M 9,0 dan mereaktivasi sesar aktif Baribis," tulis Daryono.

Sesar Baribis sendiri adalah sebuah sesar aktif yang melintang dari Purwakarta, Cibatu-Bekasi, Tangerang, dan Rangkasbitung. Sesar ini disebut melewati beberapa kecamatan di Jakarta Timur dan Selatan.

Baca Juga: Warga Terdampak Gempa Banten Kembali ke Rumah

Ia kemudian menjelaskan bahwa gejala menjalarnya atau migrasi gempa dari tempat ke tempat lain, secara ilmiah masih sulit diterangkan.

"Hingga saat ini, kita lebih mudah mengkaji aktivitas gempa dalam aspek spasial dan temporal daripada mengkaji perubahan dan perpindahan tegangan (stress) di kulit Bumi. Inilah mengapa sangat sulit menerangkan secara empirik dugaan sebagian orang bahwa gempa saling berhubungan dan dapat menjalar ke sana kemari," beber Daryono.

Ada sebagian pakar berpendapat, terang dia, perubahan pola tegangan regional (regional stress pattern) mungkin dapat menerangkan gejala ini.

"Tetapi nyatanya, hingga saat ini bagaimana memodelkan hal itu masih sulit dilakukan. Namun demikian dalam perkembangan ilmu kegempaan, setidaknya sudah ada 2 teori pemicuan antar gempa, yaitu pemicuan yang bersifat statis (permanen) dan pemicuan yang bersifat dinamik (yang berpindah)," lanjut Daryono.

Pemicuan yang bersifat statis dapat terjadi pada gempa-gempa yang sangat dekat lokasinya. Contohnya adalah munculnya gempa-gempa baru di Lombok di bagian barat dan timur yang diduga kuat akibat pemicuan gempa yang bersifat statis (static stress transfer) dari gempa Lombok M 7,0 yang terjadi sebelumnya.

Baca Juga: Gempa Banten, BMKG Sebut Wajar Jika Ada Warga Masih Mengungsi karena Trauma

"Transfer tegangan statis ini berkurang secara cepat terhadap jarak dan disebabkan oleh perpindahan patahan yang permanen," tulis Daryono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI