Suara.com - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis, yang pada Rabu (10/7/2019) dinyatakan Komisi I DPR sebagai satu dari sembilan nama yang lolos sebagai anggota KPI periode 2019 - 2022, berharap UU Penyiaran segera direvisi agar pihaknya bisa masuk ke ranah media sosial.
Menurut Yuliandre, UU Penyiaran yang sudah ada sejak 17 tahun lalu (2002) kurang relevan dengan era digitilasasi dan keberagaman platform media.
"UU kita sudah 2002 sampai 2019, sudah 17 tahun. Teknologi cepat berubah, tapi payung hukum yang kuat mengenai UU ini belum ada," ujar Yuliandre Darwis, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Oleh karena itu, dia bersama komisioner pada periodenya sudah mencanangkan untuk melebarkan sayap ke ranah baru selain 16 televisi berjaringan dan 25 radio berjaringan nasional yang sudah dikuasai.
Baca Juga: Lewat Voting, Komisi I DPR Pilih 9 Anggota KPI Periode 2019-2022
Akan tetapi, hal tersebut belum bisa dilakukan pada masa jabatannya karena terhalang undang-undang. Menurut dia, teknologi terus berubah sejak UU Penyiaran dibentuk sehingga untuk menyentuh ranah baru KPI membutuhkan payung hukum yang kuat.
Yuliandre memberi kode agar DPR segera menyelesaikan revisi UU Penyiaran yang hingga kini tak kunjung selesai
Melalui revisi UU penyiaran, definisi platform teknologi dihapuskan dan berpatokan pada penggunaan kata broadcasting (penyiaran) agar tata kelola penyiaran Indonesia makin membaik.
Kendala tersebut sebenarnya sudah dipahami Komisi I DPR. Wakil Ketua Komisi I Satya Yudha memahami jangkauan KPI masih sebatas media konvensional, sedangkan informasi terkhusus hoaks berkeliaran dengan bebasnya.
"Tantangannya sangat besar bagi KPI Pusat sendiri ke depan. Mereka saat ini belum menjamah ke seluruh media, kita tahu dunia digital luas sekali sekarang. Harus ada inovasi," Satya Yudha.
Baca Juga: Besok, Komisi I DPR Umumkan Anggota KPI Terpilih
Satya sangat mendukung KPI untuk bisa segera menyentuh media sosial.