Suara.com - Sophos, perusahaan keamanan jaringan dan enpoint kaliber global yang berkantor pusat di Oxford, Britania Raya dan hadir di London Stock Exchange dengan akronim "SOPH" baru saja meluncurkan Endpoint Detection and Response atau EDR.
Tujuannya antara lain adalah membantu berbagai pihak termasuk cakupan sebuah negara untuk mengatasi serangan peretasan siber. Layanan ini telah diuji di SophosLabs dan menghasilkan kesimpulan betapa mudahnya para penjahat siber dalam memanfaatkan otomasi dan bot yang dirancang untuk menemukan target-target lemah.
Fitur bertajuk Intercept X for Server dengan Endpoint Detection and Response (EDR) ini bertujuan menyelidiki serangan-serangan siber terhadap server, di mana target yang dicari adalah nilai data yang disimpan di dalamnya.
Diketahui, penjahat siber secara berkala mengembangkan metoda mereka dan kini menggabungkan kemampuan otomasi dengan peretasan agar bisa menjalankan serangan kepada semua server. Serangan rumit jenis baru yang mengabungkan penggunaan bot untuk mengidentifikasi calon korban dengan active adversaries sehingga bisa menentukan siapa yang akan diserang dan cara menyerangnya.
Baca Juga: Mitsubishi Dukung Pelatihan Kompetensi Otomotif di Bandung
Worms Deliver Cryptomining Malware to Web Servers, dalam artikel SophosLabs Uncut menegaskan bagaimana mudahnya para penjahat siber memanfaatkan bot dalam menemukan sasaran yang lemah.
Apa yang disebut blended cyberattack adalah saat bot mengidentifikasi sasaran potensial, para penjahat siber menggunakan kecerdasan mereka memilih korban berdasarkan lingkup data sensitif atau kekayaan intelektual yang dimiliki sebuah lembaga, kemampuan untuk membayar tebusan, atau akses ke server-server dan jaringan lain.
Langkah lainnya adalah masuk ke dalam sistem, menghindari deteksi dan bergerak lateral untuk menyelesaikan misi. Tujuannya adalah menyelinap masuk diam-diam untuk mencuri data penting lalu keluar tanpa diketahui, melumpuhkan cadangan data dan mengenkripsi server.
"Blended cyberattacks, yang tadinya hanya bagian kecil dari nation state attackers, kini menjadi praktek yang umum di kalangan penjahat siber karena serangan ini menguntungkan. Perbedaannya adalah para nation state attackers cenderung bertahan di dalam jaringan cukup lama sementara penjahat siber biasa mengejar kesempatan mendapatkan uang dengan cepat," jelas Dan Schiappa, Chief Product Officer di Sophos.
"Kebanyakan malware saat ini bekerja secara otomatis sehingga mudah bagi para penyerang untuk menemukan sebuah lembaga yang postur keamanannya lemah, menilai potensi pembayaran mereka, dan teknik-teknik peretasan menggunakan teknik peretasan hand-to-keyboard untuk membuat kerugian sebanyak mungkin," imbuhnya.
Baca Juga: Unik, Ucapan Selamat Lebaran Ala Anak Otomotif Ini Bikin Nyengir
Dengan Intercept X for Server with EDR dari Sophos, manajer IT di berbagai perusahaan kini bisa menjamin sisi keamanan data yang menjadi tanggung jawabnya.