Atasi Fintech Ilegal, OJK Dorong Pembentukan UU Perlindungan Data Pribadi

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 15 Juni 2019 | 06:25 WIB
Atasi Fintech Ilegal, OJK Dorong Pembentukan UU Perlindungan Data Pribadi
Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/3/2016). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar undang-undang perlindungan data pribadi segera diterbitkan demi menjerat pelaku atau platform fintech ilegal yang menyalahgunakan data tersebut.

"Ketika kami ingin melindungi data pribadi ini, sayangnya kami melihat tidak ada undang-undang khusus yang melindungi data pribadi ini," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi di Bekasi, Jawa Barat, Jumat malam (14/6/2019).

Hendrikus menjelaskan bahwa terdapat tiga area fintech peer to peer lending (P2P) yang ingin dilindungi OJK, yakni mencegah penyalahgunaan dana masyarakat dari praktik perbankan bermodus penipuan atau skema ponzi serta pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Kedua area tersebut, lanjutnya, sudah diatasi dengan kebijakan virtual account serta dana tidak boleh terendap selama dua hari dan harus disalurkan oleh pemberi dana kepada nasabah pinjaman online.

Baca Juga: Kominfo: RUU Perlindungan Data Pribadi Tinggal Tunggu Pengesahan DPR

Sedangkan masalah pencucian uang dan pendanaan terorisme sudah ada regulasinya yakni UU UU Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT).

"Jadi sebetulnya area satu dan tiga sudah selesai, hanya tinggal area kedua yang belum. Area perlindungan data digital ini yang membuat kami tertahan karena belum ada undang-undangnya," kata Hendrikus.

Menurut dia, pemerintah harus menjamin bahwa data digital pribadi yang digunakan tidak disalahgunakan, karena sebenarnya data digital itu sangat mahal dan itu cenderung menggoda para penyelenggara e-commerce, e-payment, dan berbagai penyelenggara digital lainnya. Sebetulnya yang ditarget oleh para penyelenggara atau platform adalah data digital, mengingat itulah tambang emasnya.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK tersebut menginginkan agar Indonesia bisa memiliki undang-undang seperti General Data Protection Regulation (GDPR) yang diberlakukan oleh Uni Eropa.

Regulasi tersebut mengatur bahwa pihak penyelenggara yang mengakses data pribadi dan lembaga penagihan yang bekerja sama dengan penyelenggara itu, harus bertanggung jawab serta tidak bisa lari dari tanggung jawab ketika mereka terbukti menyalahgunakan data pribadi nasabahnya.

Baca Juga: Kominfo Desak DPR Segera Bahas RUU Perlindungan Data Pribadi

Selain itu GDPR juga mewajibkan penyelenggara fintech untuk menjelaskan relevansi peruntukan dari data pribadi nasabah yang diaksesnya, kemudian menyatakan bahwa data pribadi nasabah tidak boleh dimiliki selamanya oleh penyelenggara serta nasabah berhak untuk mengakses kembali dan menghapus data pribadinya yang diakses oleh penyelenggara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI