Suara.com - Staf Ahli Menkopolhukam, Sri Yunanto, menganjurkan agar perusahaan-perusahaan media sosial harus dikenai sanksi berupa denda untuk mencegah upaya radikalisasi via internet.
Yunanto, yang juga pakar politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, mengatakan pemerintah perlu meniru kebijakan di Jerman yang memiliki mekanisme pemberian denda kepada media sosial yang membiarkan konten-konten negatif di platform mereka.
"Artinya, kalau platform tetap seenaknya dengan tidak melakukan screening (menyaring), mereka pasti akan bangkrut kena denda. Saya rasa cara itu bisa diterapkan di Indonesia," kata Sri seperti dilansir Antara, Selasa (11/6/2019).
Lebih lanjut ia menilai perusahaan-perusahaan media sosial banyak meraup untung dari konten-konten di platform mereka, sementara pemerintah yang diberi tanggung jawab lebih besar untuk menyisir konten-konten radikal.
Baca Juga: Indonesia dan Australia Kerja Sama Saring Konten Radikal di Media Sosial
"Inilah masalahnya karena yang menanggung beban negatif itu pemerintah, sementara penyedia platform enak-enak saja. Seperti di YouTube, kalau tayangannya banyak dapat iklan pasti mereka untung, sementara kalau ada konten radikalisasi ini mereka cuci tangan, baru pemerintah yang take down (minta diblok)," lanjut dia.
Lebih lanjut Sri mengusulkan agar Undang-Undang ITE direvisi untuk mengakomodasi mekanisme denda terhadap perusahaan media sosial, untuk mencegah penyebaran paham radikal yang lebih luas.
Ia menegaskan bahwa pemberantasan konten-konten radikal di media sosial akan lebih mudah jika para penyedia platform bersedia ambil bagian dalam upaya menyaring konten secara mandiri.
Yunanto juga mengingatkan bahwa selain pemerintah, Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa tentang tata cara bermedia sosial yang bijak. Sehingga kini tinggal menunggu upaya lebih serius dari perusahaan media sosial itu ikut ambil bagian.
"Kalau tiga-tiganya bersinergi insyaallah bisa kita tekan cyber crime termasuk extraordinary crime berupa radikalisasi dan berbagai hal negatif di media sosial," tutup dia.
Baca Juga: Buat Visa Amerika Serikat Kini Wajib Cantumkan Akun Media Sosial