ICJR: Pembatasan Akses Komunikasi Dinilai Tidak Tepat

Dythia Novianty Suara.Com
Kamis, 23 Mei 2019 | 14:06 WIB
ICJR: Pembatasan Akses Komunikasi Dinilai Tidak Tepat
Ilustrasi WhatsApp and Facebook. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah telah membatasi akses penggunaan media sosial (Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, dan Line) untuk sementara waktu dimulai sejak 22 Mei lalu yang diperkirakan hingga dua sampai tiga hari kedepan. ICJR mempertanyakan inisiatif dari Pemerintah ini karena tindakan pembatasan ini tidak diperlukan.

ICJR menilai, pembatasan yang dilakukan pemerintah bertentangan dengan hak berkomunikasi dan memperoleh informasi serta kebebasan berekspresi.

"Pembatasan yang dilakukan terhadap media sosial dan aplikasi messaging telah menghambat komunikasi masyarakat, yang telah tercantum dalam Pasal 28F UUD 1945," kata Direktur Eksekutif ICJR, Anggara dalam keterangan resminya.

Selain itu, pembatasan akses terhadap media sosial dan aplikasi messaging tanpa pemberitahuan sebelumnya dinilai Anggara adalah tidak tepat.

Baca Juga: Akses WhatsApp, Facebook, dan Instagram Berangsur Pulih

"Pasal 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No 12 Tahun 2005 memberikan kewenangan kepada negara untuk melakukan pembatasan-pembatasan hak asasi manusia ketika negara dalam keadaan darurat. Keadaan darurat dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti penyebab yang timbul dari luar (eksternal) atau dari dalam negeri (internal)," ujarnya.

Ancaman yang dimaksud dapat berupa ancaman militer/bersenjata atau dapat pula tidak bersenjata seperti teror bom dan keadaan darurat lainnya. Kondisi tersebut, konstitusi memberikan kekuasaan kepada kepala negara atau pemerintah untuk menilai dan menentukan negara dalam keadaan darurat.

Situasi berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa bisa menjadi alasan untuk melakukan pembatasan. Namun, Presiden harus penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden.

"Tindakan pembatasan akses media sosial dan aplikasi messaging secara langsung tanpa ada pengumuman sebelumnya adalah tidak tepat," kata Anggara.

Untuk itu, ICJR merekomendasikan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pembatasan akses terhadap media sosial dan aplikasi messaging harus benar-benar mengkaji batas-batasannya yang jelas. Kemudian, Presiden harus membuat penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden.

Baca Juga: Tompi Sebut Whatsapp dan Instagram Down di Saat yang Tepat

Lalu, apabila suatu keadaan tidak termasuk keadaan darurat namun pemerintah merasa perlu untuk menetapkan suatu kejadian tertentu yang menyebabkan pembatasan HAM, maka tindakan tersebut seharusnya merupakan tindakan hukum yang diumumkan pejabat hukum tertinggi di Indonesia, yaitu Jaksa Agung.

"Sehingga kebijakan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan hukum dan bukan kebijakan politis," tukasnya.

Seperti diketahui, pembatasan ini dilakukan terkait dengan kondisi di Jakarta, terutama Kantor Bawaslu dan KPU RI yang terus didatangi massa aksi unjuk rasa yang memprotes hasil Pemilihan Umum 2019.

Menurut klaim pemerintah yang diwakili oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara adalah untuk mencegah provokasi hingga penyebaran berita bohong kepada masyarakat. Pemerintah lebih lanjut menyatakan bahwa keputusan untuk membatasi akses ke media sosial dan aplikasi messaging ini telah sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI