Operator Telekomunikasi Merger, Bagaimana Nasib Pelanggan?

Jum'at, 03 Mei 2019 | 00:08 WIB
Operator Telekomunikasi Merger, Bagaimana Nasib Pelanggan?
Ilustrasi menara seluler (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menilai bahwa jumlah operator telekomunikasi di Indonesia saat ini terlalu banyak, sehingga diperlukan adanya konsolidasi demi memberikan pelayanan yang lebih baik untuk konsumen, sekaligus menyehatkan industri telekomunikasi.

Namun jika konsolidasi dilakukan, merger atau akuisisi tidak bisa dihindari lagi, sehingga jumlah operator seluler nasional yang saat ini ada enam, akan meramping menjadi dua atau tiga operator saja, sesuai dengan arahan Menkominfo Rudiantara.

Lantas, bagaimana dengan nasib konsumen operator yang hilang karena konsolidasi tersebut?

"Konsumen ini merupakan salah satu item yang akan kita atur dalam aturan tentang konsolidasi. Intinya adalah konsumen jangan sampai dirugikan," kata Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Ismail, dalam seminar Indonesia Technology Forum di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

"Setiap proses merger atau akuisisi yang dilakukan oleh pelaku usaha di sektor ini harus tetap mementingkan konsumen," imbuhnya.

Ismail mengatakan, hak dan kepentingan konsumen yang akan diatur dalam regulasi ini antara lain mencakup nomor telepon yang mereka gunakan agar tidak perlu diganti. Selain itu, sisa kuota serta deposit pulsa yang telah dibeli konsumen tidak boleh menguap dan hilang begitu saja.

Jika konsolidasi terjadi, operator juga diharuskan untuk meningkatkan kualitas layanan mereka kepada konsumen, karena dengan melakukan konsolidasi, operator sudah menghemat biaya operasional cukup banyak.

"Karena dengan mereka melakukan merger atau akuisisi, akan terjadi penghematan misalnya dari sisi tower. Tapi ujungnya reliability dalam sistem dan quality of service dari telco operator itu harus meningkat," sambung Ismail.

Senada dengan Ismail, solusi konsolidasi ini juga didukung oleh pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA) yang juga mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Muhammad Syarkawi Rauf.

"Pasca akuisisi itu, misalnya dia menjadi perusahaan dominan, kemudian menaikkan harga. Misalnya kalau pun dia dituntut untuk menaikkan revenue, bisa dilakukan dengan strategi yang lain," tutup Syarkawi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI