Suara.com - The Big Bang atau dalam bahasa Indonesia Dentuman Besar, merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan awal semesta.
Penamaan Big Bang sendiri identik dengan ledakan dahsyat yang memekakkan telinga. Namun, menurut How Stuff Works, ledakan Big Bang ternyata lebih mirip dengan dengungan suara robot. Terlebih, suara ledakan itu tidak bisa didengar manusia.
Suara ini diketahui berkat penelitian yang dilakukan oleh seorang fisikawan di Universitas Washington bernama John Cramer. Dengan menggunakan data yang dikumpulkan satelit untuk memeriksa latar belakang gelombang mikro kosmik, sebuah gelombang dari sisa-sisa radiasi elektromagnetik dari Big Bang, Cramer memasukkan data tersebut ke dalam program komputer dan mengubahnya menjadi suara. Namun, suara yang dihasilkan sangat rendah bahkan Cramer meningkatkan frekuensinya hingga 100 septillion kali.
Meskipun suara ledakan Big Bang tidak terdengar keras, namun itu ledakannya menghasilkan suara yang panjang. Selama 100.000 hingga 700.000 tahun pertama setelah diciptakannya alam semesta, alam semesta lebih padat daripada udara di Bumi. Hal ini berarti gelombang suara dapat melewatinya.
Baca Juga: Pesan Rudiantara di Hari Kartini
Namun, saat alam semesta mendingin dan mengembang, panjang gelombang suara membentang dan membuat suara menjadi lebih rendah. Dengungan dari Big Bang berlanjut selama ratusan ribu tahun sampai alam semesta tumbuh semakin membesar sehingga suara yang dihasilkan memudar.