Suara.com - Gereja Katedral Notre Dame di Paris terbakar pada Senin (15/4/2019) waktu setempat dan menyebabkan menaranya yang masyur roboh serta kaca-kacanya yang indah pecah berantakan.
Belum diketahui apa penyebab kebakaran, tetapi BBC menduga insiden itu berhubungan dengan renovasi yang sedang digelar. Kini kebakaran telah berhasil dipadamkan dan belum diketahui kerugian akibat insiden tersebut.
Tetapi ini bukan kali pertama Notre Dame hancur. Dibangun pada 1163 dan rampung di 1345, katedral itu pernah mengalami masa-masa paling suram ketika Revolusi Prancis pecah.
Notre Dame dibangun di tepi Sungai Seine, di atas puing-puing Gereja Saint-Etiene yang sudah berdiri selama 400 tahun. Uskup Paris saat itu, Maurice de Sully, memerintahkan agar Saint-Etiene dihancurkan dan membangun sebuah gereja untuk menghormati Bunda Maria, ibu Yesus.
Dalam perjalanan selama 856 tahun, Notre Dame sudah mengalami banyak perubahan dari bangunan aslinya. Raja Louis XIV, yang memerintah di abad 14, membawa banyak perubahan. Jendela-jendela kaca patri yang indah diganti dengan kaca biasa dan sebuah pilar di jalan masuk katedral dihancurkan agar kereta kuda bisa melewatinya.
Pecahnya Revolusi Prancis pada abad 18 menjadi masa kegelapan Notre Dame. Gereja Katolik ketika itu dianggap sebagai bagian dari status quo, yang bersama kerajaan menindas rakyat jelata.
Ketika kerusuhan pecah, sebanyak 28 patung raja-raja di dalam Notre Dame dihancurkan. Banyak patung dihancurkan dan hanya patung Bunda Maria yang dibiarkan tanpa diganggu.
Menara asli gereja itu, yang dibangun di abad 13, ditumbangkan. Para revolusioner kemudian mengganti nama Notre Dame menjadi Kuil Akal Budi dan belakangan bangunan bergaya Gothik itu berubah fungsi menjadi gudang penyimpanan wine.
Setelah Revolusi Prancis, perjanjian Concordat pada 1801 kembali mengubah Notre Dame menjadi gereja Katolik. Napoleon Bonaparte kemudian memilih gereja tersebut sebagai tempat penobatannya sebagai kaisar.
Sejak era Napoleon, Notre Dame banyak digunakan untuk upacara kerajaan. Meski demikian, gereja tersebut terus terlantar hingga Gerakan Romantisme menjadi populer di era 1800an.