Facebook Dinilai Tak Hargai Pemerintah Indonesia

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Maret 2019 | 12:22 WIB
Facebook Dinilai Tak Hargai Pemerintah Indonesia
Logo Facebook Indonesia. [Suara.com/Aditya Gema Pratomo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat komunikasi politik, Hendri Satrio minta kepada penyedia media sosial Facebook untuk menghormati peraturan dan kebijakan pemerintah Indonesia untuk menekan penyebaran informasi palsu atau hoaks melalui penyedia layanan itu.

Hendri yang juga pengajar di Universitas Paramadina ini di Jakarta, Selasa (19/3/2019), mengatakan, dalam pertemuan dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dengan penyedia layanan media sosial beberapa waktu lalu, hanya Twitter yang hadir, sedangkan Facebook tidak.

"Sayang sekali. Padahal pengguna Facebook di Indonesia sangat banyak. Mereka harus menghormati otoritas Indonesia. Niat baik BSSN untuk berdialog seharusnya dibalas niat baik dengan hadir," katanya.

Menurut riset dari perusahaan media, We Are Social, yang bekerjasama dengan Hootsuite, menyebutkan terdapat 150 juta pengguna media sosial di Indonesia pada tahun lalu dan Facebook menjadi aplikasi media sosial yang paling banyak digemari dengan penetrasi 81 persen atau sebanyak 121,5 juta pengguna.

Sementara Twitter menguasai 52 persen atau 78 juta pengguna di Indonesia di belakang Facebook dan Instagram.

Hendri mencontohkan tahun lalu Facebook Indonesia meminta untuk menunda pertemuan dengan Komisi I DPR soal pembahasan kabar bocornya 1 juta data privasi pengguna Facebook di Indonesia.

Oleh karena itu, Hendri mendesak Facebook menjelaskan ketidakhadirannya.

Ia meyakini pemerintah Indonesia tidak lemah menghadapi penyedia layanan media sosial seperti Facebook, sehingga teguran mesti dilayangkan kepada mereka.

"Facebook harus memiliki etika baik dengan melakukan kunjungan resmi ke BSSN atau hadir ketika diundang kembali," ungkapnya.

Sebelumnya, Badan Siber dan Sandi Negara telah bertemu dengan penyedia layanan media sosial Twitter untuk membahas penyebaran informasi palsu atau hoaks di layanan mereka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI