Suara.com - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan bahwa dana riset di Indonesia masih mengandalkan APBN, sementara sumbangan dari sektor swasta masih sangat minim.
Menteri Nasir dalam keterangannya di Denpasar, Rabu (20/2/2019) menyebutkan dana riset Indonesia saat ini 76 persen bersumber dari APBN dan sisanya dari swasta atau industri.
Menurut dia, hal tersebut berkebalikan dengan negara-negara seperti di Singapura atau Korea selatan yang dana risetnya lebih banyak bersumber dari industri.
"Singapura negara tetangga kita, 80 persen didanai oleh industri atau swasta, hanya 20 persen didanai oleh pemerintah. Di Korea Selatan dari pemerintah hanya 16 persen, dari industri 84 persen. Kita berapa? Sebesar 76 persen. Ini terbalik," kata Nasir seperti dilansir dari Antara.
Oleh karena itu pemerintah akan mendorong agar industri lebih berkontribusi untuk pendanaan riset di Indonesia.
"Ini kita dorong nanti akan kami koordinasi dengan Menteri Perindustrian untuk mendorong riset dari industri itu bisa tergabung dengan Kemenristekdikti dan lembaga riset yang ada di Indonesia supaya jumlah anggaran riset bertambah," kata Nasir.
Menristek kemudian membahas cuitan pendiri Bukalapak Achmad Zaky yang mengkritik rendahnya dana riset di Tanah Air. Nasir menilai pernyataan CEO Bukalapak tersebut adalah hal biasa, tetapi ia menekankan dana riset Indonesia sudah meningkat sejak tahun 2015 yang sebesar 0,08 persen dari PDB menjadi 0,25 persen dari PDB pada 2017.
Idealnya, dana riset suatu negara ialah 1 persen dari Produk Domestik Bruto. Meski dana riset sudah naik 0,17 persen di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Nasir mengatakan jumlah tersebut masih belum ideal.
Nasir menyebut dana riset negara tetangga seperti Malaysia sudah mencapai angka 1 persen dari PDB, Singapura mencapai 2,8 persen, dan Korea Selatan yang bahkan mencapai 3,8 persen dari PDB.
Nasir mengungkapkan saat ini pemerintah tengah mempersiapkan regulasi yang bertujuan melakukan percepatan dalam pengembangan riset di Indonesia.