Suara.com - Jelang pemilihan presiden (pilpres) 2019 pada 17 April mendatang, Facebook mengambil langkah antisipatif untuk memerangi berita hoaks di Indonesia dengan menggandeng Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai mitra.
Global Politics and Government Outreach Director Facebook, Katie Harbath mengatakan bahwa pihaknya bekerjasama dengan Bawaslu untuk mengawasi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian di Facebook.
"Facebook berkomitmen untuk membangun ekosistem demokrasi dan diskusi yang saling menghargai, positif, dan berintegritas. Dengan semakin mendekatnya Pemilu di Indonesia, kami sudah bekerjasama dengan Bawaslu dan pihak lainnya untuk mengurangi penyebaran berita palsu," ujar Katie di Jakarta, Senin (21/1/2019).
Terkait langkah yang diambil Facebook, perusahaan milik Mark Zuckerberg itu sudah menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial inteligence/AI) untuk menganalisis perilaku abnormal yang dilakukan oleh akun penyebar hoaks.
Selain itu, mereka juga melibatkan pihak ketiga untuk memeriksa fakta dari sebuah konten yang disebar di Facebook.
"Third-party fact checking adalah salah satu cara kami melawan misinformasi melalui kemitraan dengan tim pemeriksa fakta yang telah disertifikasi oleh Poynter," imbuh Katie.
Sebagai informasi, Poynter merupakan jaringan pemeriksa fakta internasional yang tidak berpihak pada suatu kelompok atau golongan.
Secara teknis, third-party fact checking menggunakan sinyal, termasuk feedback dari para pengguna Facebook dan headline berita yang sensasional (clickbait sensasionalist) untuk memprediksi sebuah berita bohong.
Seandainya tim pemeriksa fakta mengidentifikasi suatu berita sebagai kabar hoaks, Facebook akan mengurangi frekuensi kemunculan berita hoaks tersebut. Bahkan, cara ini diklaim berhasil menurunkan 80 persen penyebaran berita hoaks di Facebook.
Selain itu, mereka juga menghentikan proses monetisasi dari sebuah berita palsu yang dibagikan banyak orang.
"Akun yang terbukti menyebarkan berita palsu dan unggahannya dibagikan banyak orang, tidak akan bisa dimonetisasi agar oknum tidak bertanggung jawab tidak bisa mengambil keuntungan finansial dari berita palsu yang dibuat," tegas Katie.
Sedangkan dari sumber daya manusia, Facebook sudah menambah 20.000 pegawai untuk memantau akun palsu dan berita hoaks. Di awal tahun ini, Facebook sudah mempekerjakan 30.000 pegawai dari yang semula hanya 10.000.
Hasilnya, Facebook berhasil menghapus 97 persen akun palsu yang menyebarkan berita hoaks sebelum pengguna Facebook lainnya mengajukan laporan.