Setoran Dana USO Operator Dinilai Masih Kurang

Dythia Novianty Suara.Com
Minggu, 30 Desember 2018 | 12:10 WIB
Setoran Dana USO Operator Dinilai Masih Kurang
Diskusi Merdeka Sinyal 100 Persen dan Menyongsong Industrialisasi 4.0 di Jakarta, belum lama ini. [Dok. BAKTI]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setoran dana universal service obligation (USO) oleh operator sebesar 1,25 persen dari total revenue untuk pemerataan akses telekomunikasi di Indonesia dinilai sangat kurang. Hal tersebut disampaikan Anang Latief, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi Indonesia (BAKTI).

"Kalau cuma 1,25 persen tidak cukup untuk membangun infrastruktur telekomunikasi di 5000 lebih desa," kata Anang dalam keterangan resminya.

Menurut Anang, di negara lain seperti India operator telekomunikasi diwajibkan menyetor dana USO sebesar 5 persen dari gross revenue. Namun, BAKTI tak ingin membebani APBN maupun operator dengan menaikan dana USO.

Untuk mengatasi kekurangan pembiayaan tersebut disampaikan Anang, BAKTI akan mencari solusi skema pembangunan tanpa memberatkan operator. Terkait upaya ini, Alamsyah Saragih, Anggota Ombudsman RI mengingatkan agar BAKTI tidak mencari keuntungan dalam skema pembiayaan yang dilakukannya.

Baca Juga: Internet of Things Jadi Ladang Baru Operator Telekomunikasi

"Dalam melaksanakan USO ini BAKTI tidak boleh mencari keuntungan karena pemerintah wajib hadir di wilayah yang belum terjangkau akses telekomunikasi, khususnya di wilayah 3T," imbau Alamsyah.

Lebih lanjut, Alamsyah menegaskan, peran BAKTI yang tadinya pelaksana USO jika akan menjadi semi penyelenggara telekomunikasi harus dibuat aturan bagaimana interaksinya dengan operator yang ada. Jangan sampai terjadi konflik kepentingan antara pengelola dana USO dan Operator.

"Jangan sampai dalam menjalankan tugasnya melakukan pemerataan akses telekomunikasi terjadi mal administrasi," pungkas Alamsyah.

Ombusdman dikatakan Alamsyah, akan memantau dan mengawal semua keputusan, baik skema bisnis maupun tata cara operasional yang di hasilkan BAKTI, jangan sampai ada mal administrasi apalagi berbenturan dengan operasional operator dilapangan yg bisa menyebabkan kerugian negara serta potensi kerugian lainnya.

Beberapa potensi mal administrasi yang bisa terjadi dijelaskan Alamsyah diantaranya adalah potensi pelanggaran Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 33 ayat 1 dan 2 UU 36/1999 Undang-Undang Telekomunikasi, serta pasal 15 ayat 3, Pasal 25 PP 52/2000. Selain itu juga potensi pelanggaran Putusan Mahkamah Agung Nomor: 01/PID.Sus/2013/PN.JKT.PST

Baca Juga: Cegah "WannaCry", Operator Telekomunikasi Siaga 1

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI