Suara.com - Sebuah satelit milik badan antariksa Eropa (ESA) berhasil merekam perubahan pada Gunung Anak Krakatau yang diduga sebagai pemicu gelombang tsunami yang menewaskan lebih dari 200 orang di pesisir barat Banten dan selatang Lampung pada 22 Desember malam kemarin.
Berdasarkan pantauan satelit Sentinel-1 milik ESA, terlihat area sebelah selatan Anak Kraktau lenyap pada malam nahas itu. Area itu, menurut National Geographic, sangat luas. Menurut Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman, area longsoran di Anak Kraktau diduga seluas 64 hektare.
Fenomena longsoran seperti ini, menurut pakar geofisika Kanada, Mika McKinnon, bukan tak lazim.
"Gunung-gunung berapi kurang kuat mengikat lapisan bebatuan, sehingga setiap erupsi akan membuat batuan turun. Jadi setiap lapisan batuan miring ke arah kaki gunung," jelas McKinnon.
Karenanya, imbuh dia, tak butuh kekuatan besar untuk meruntuhkan susunan batuan yang membentuk gunung berapi. Jika longsoran batuan dari gunung berapi itu berukuran besar, maka akan memicu gelombang lautan bahkan tsunami, tanpa peringatan sama sekali.
"Bayangkan Anda memiliki seorang sepupu raksasa yang melempar sebuah kelereng ke dalam kolam," McKinnon beranalogi.
Tsunami lazimnya dipicu oleh letusan gunung berapi dan patahan lempeng Bumi. Fenomena alam seperti ini biasanya lebih dulu memicu gempa bumi, sehingga masyarakat punya waktu untuk melakukan evakuasi sebelum tsunami menyapu.
Tsunami juga bisa dipicu oleh runtuhnya gletser di kutub dan longsor. Dua pemicu ini sangat berbahaya karena tak disertai gempa bumi.
Tetapi longsoran biasanya memicu getaran-getaran berfrekuensi rendah dan gelombang-gelombang ini terdeteksi dengan baik oleh sejumlah stasiun penelitian di berbagai tempat di dunia di sekitar waktu tsunami Anyer.
"Sinyal-sinyal itu ditemukan di Naypyitaw, Myanmar dan di sepanjang Jawa, Sumatera, serta Kalimantan," jelas Jamie Gurney dari UK Earthquake Bulletin.
Tak berhenti di situ, sinyal-sinyal itu juga terdeteksi hingga ke Arti di kawasan Ural, Rusia hingga Kambalda di Australia Barat.
Menurut model komputer yang dikembangkan oleh Andreas Schafer, peneliti dari Karlsruhe Institute of Technology, Jerman, gelombang laut akibat longsoran di Anak Krakatau menyebar ke arah tenggara atau barat daya.
Area pertama yang disapu tsunami adalah Marina Jambu, dekat Anyer - demikian hasil riset Schafer. Gelombang-gelombang itu butuh waktu 30 sampai 35 menit untuk sampai ke daratan.
Pusat dari semua gelombang itu adalah Gunung Anak Krakatau.