BSSN: Serangan Siber Meningkat Jelang Pilpres 2019

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 13 Desember 2018 | 22:03 WIB
BSSN: Serangan Siber Meningkat Jelang Pilpres 2019
Ilustrasi serangan siber (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - BSSN: Serangan Siber Meningkat Jelang Pilpres 2019

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi menyebutkan serangan siber meningkat akhir-akhir ini dan harus diantisipasi peningkatannya menjelang pelaksanaan pemilihan presiden 2019 (Pilpres 2019) mendatang.

"Dari Januari hingga Oktober 2018, BSSN mendeteksi 207,9 juta serangan trojan dan 36 juta aktivitas malware yang paling banyak menyerang domain ac.id, co.id dan go.id," kata Djoko di Jakarta, Rabu (12/12/2018).

Sebelumnya, BSSN melaporkan telah terjadi 143,6 juta serangan siber sepanjang Januari hingga Juni 2018. Kini jumlahnya terus meningkat. Menurut dia, dalam 10 bulan terakhir serangan siber terus meningkat.

Berbicara dalam seminar bertajuk "Mewujudkan Ruang Siber yang Kondusif dalam Rangka Mendukung Penyelenggaraan Pileg dan Pilpres Tahun 2019", Djoko membeberkan terdapat 2.363 pengaduan publik dengan persentase 61 persen berupa fraud.

Dalam acara yang sama Direktur Deteksi Ancaman BSSN, Sulistyo menjelaskan bahwa BSSN memprakirakan ada tiga pola serangan siber yang berpotensi mengganggu jalannya Pilpres 2019.

"Berkaitan dengan proses pemilu 2019, ada tiga hal yang akan terjadi menurut prediksi BSSN, yaitu hack, leak, dan amplify," kata Sulistyo.

Hack, jelas Sulistyo, merupakan upaya proses peretasan terhadap infrastruktur IT, termasuk milik penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, salah satunya saat penghitungan suara.

Sementara leak merupakan upaya untuk membocorkan informasi dari penyelenggara pemilu maupun antarsesama peserta pemilu. Sedangkan, amplify adalah memviralkan sejumlah data pribadi salah satu peserta pemilu.

"Amplify berhubungan dengan informasi pribadi milik pesaing atau kompetitor, lalu diviralkan dan menjadi kampanye hitam atau black campaign," beber Sulistyo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI