Suara.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menegaskan bahwa nasabah atau konsumen tak perlu mengembalikan uang yang dipinjam dari perusahaan fintech ilegal.
Penegasan itu disampaikan oleh Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu, mengulang informasi serupa yang diutarakan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan pada Minggu (25/11/2018) kemarin.
"Saya sudah konfirmasi kepada Dirjen Aptika bahwa memang beliau mengeluarkan pernyataan tersebut untuk memberikan efek jera dalam hal ini kepada fintech ilegal," kata Ferdinandus seperti dilansir Antara.
"Benar-benar penekanan pada kata kuncinya ilegal, artinya dia yang tidak mendapatkan izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tapi beroperasi lalu melakukan hal-hal di luar batas kewajaran seperti teror atau ancaman ketika menagih nasabah peminjamnya," imbuh dia.
Ferdinandus lebih lanjut menjelaskan bahwa pernyataan itu merupakan bentuk kekesalan Dirjen Aptika, karena fintech-fintech ilegal ini sudah merongrong perlindungan data pribadi para debiturnya.
Menurutnya, seluruh aplikasi fintech itu diharapkan mengurus perizinan kepada OJK, mengingat proses perizinan di Indonesia saat ini sudah begitu mudahnya.
"Karena mereka ilegal. Padahal negara Indonesia sudah sangat mudah dalam metode perizinan dan pendaftaran. Fintech-fintech ilegal ini masih melakukan aktivitas bisnis tapi ilegal," ujar Ferdinandus.
Sejauh ini sudah sekitar 300 aplikasi fintech ilegal yang telah diblokir oleh Kemkominfo atas rekomendasi dari OJK. Dia juga menambahkan bahwa Kemkominfo akan lebih waspada menghadapi kemungkinan beroperasi kembalinya perusahaan fintech yang sudah diblokir tetapi menggunakan nama lain.
Terkait apakah akan ada tindakan lebih tegas dari pemerintah kepada fintech-fintech ilegal tersebut jika mereka masih berani beroperasi, Ferdinandus menjawab bahwa Kominfo akan meneruskan data-data yang diperolehnya kepada Polri sebagai penegak hukum.
"Ketika dia ilegal dan masih bertindak, kita memang akan meneruskan data-data aplikasi fintech tersebut kepada teman-teman di Direktorat IT dan Cybercrime Bareskrim Mabes Polri. Jadi proses penegakan hukumnya tentu di Polri," kata Ferdinandus.