Suara.com - Warga Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat sedang resah. Sejak 3 November lalu, gempa ratusan kali mengguncang wilayah itu dengan kekuatan bervariasi. Kini lebih dari 10.000 warga di selatan ibu kota Mamuju itu meninggalkan rumah dan tinggal di pengungsian.
Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sejak sejak Sabtu (3/11/2018), Mamasa sudah 217 kali diguncang gempa. Kekuatan gempa beragama, dari 2 hingga 5 skala Richter.
Akibat rentetan gempa tanpa henti itu, sudah sebanyak 10.464 warga Mamasa mengungsi ke luar kota, ke tempat sanak-saudara mereka dan ke tempat lain yang lebih aman.
"Selama sepekan terakhir sudah terjadi 217 kali gempa tektonik dengan skala guncangan kurang dari empat hingga yang tertinggi lima magnitudo," kata Koordinator Gempa Bumi Balai MKG Wilayah IV Makassar, Jamroni di Makassar, Jumat (9/11/2018).
Menurut analisis BMKG Pusat, gempa tektonik di Mamasa yang terjadi beruntun hingga saat ini, belum akan berakhir.
Puluhan gempa sehari
Aktivitas gempa tektonik ini dimulai Sabtu, 3 November 2018. Gempa yang pertama kali ini terjadi dengan magnitudo 3,7 pada pagi dini hari pukul 3.40.38 Waktu Indonesia Tengah (WITA). Pada hari itu tercatat kejadian sebanyak 17 gempa. Gempa paling kuat berkekuatan 4,9 SR.
Hari kedua, Minggu, (4/11/2018) aktivitas gempa menurun hanya sebanyak delapan gempa. Gempa paling kuat bermagnitudo 4,7 SR. Hari ketiga, Senin (5/11/2018), hanya terjadi sebanyak enam kali dan kekuatannya melemah, berkisar antara 2 - 3 SR.
Pada hari keempat, Selasa (6/11/2018), aktivitas gempa meningkat hingga mencapai 52 kali. Gempa paling kuat mencapai 5,5 SR.
"Ini adalah gempa yang paling kuat. Gempa ini dirasakan di wilayah yang luas seperti di wilayah Mamasa mencapai skala intensitas IV MMI, Mamuju, Toraja, Polewali, dan Majene III-IV MMI, bahkan hingga di Palopo III MMI," jelas Jamroni.