Facebook Mengaku Bersalah dalam Pembantaian Rohingya di Myanmar

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 06 November 2018 | 16:15 WIB
Facebook Mengaku Bersalah dalam Pembantaian Rohingya di Myanmar
Seorang bocah dari komunitas Rohingya tertidur setelah menyeberang dari Myanmar ke Banglades pada 10 September. [AFP/Munir Uz Zaman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Facebook akhirnya mengaku bersalah karen tak berbuat banyak untuk mencegah kekerasan dan menyebarnya ujaran kebencian atas kelompok minoritas Muslim Rohingya di Myanmar, demikian diwartakan The Guardian, Selasa (6/11/2018).

Pengakuan itu diutarakan Facebook setelah Business for Social Responsibility (BSR), sebuah lembaga riset nirlaba asal San Francisco, AS, merilis laporan tentang peran media sosial itu dalam pembersihan etnis Rohingya di Myanmar.

BSR sendiri menggelar penelitian itu atas pesanan Facebook. Dalam hasil studinya, BSR menemukan bahwa Facebook telah menjadi platform untuk menyebarkan konten-konten kebencian berdasarkan ras dan alat untuk memicu kekerasan di dunia nyata.

"Facebook telah menjadi alat bagi mereka yang ingin menyebarkan kebencian dan membahayakan pihak lain, dan bahwa postingan-postingan di dalamnya berkaitan dengan kekerasan di dunia nyata," bunyi hasil temuan BSR.

Di Myanmar Facebook memiliki 20 juta pengguna. Media sosial itu juga menjadi sumber berita utama bagi publik Myanmar, yang memang tak memiliki iklim kebebasan pers seperti di negara demokratis lain.

BSR juga menyimpulkan bahwa Facebook dimanfaatkan oleh aktor-aktor jahat untuk menyebarkan kebencian, memicu kekerasan, dan berkoordinasi untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar.

Riset BSR itu menegaskan kembali hasil temuan kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia dan bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatakan bahwa Facebook, selama lebih dari empat tahun, dimanfaatkan untuk memfitnah, mengobarkan kebencian, dan memantik kekerasan terhadap kelompok minoritas Rohingya di Myanmar.

Alex Warofka, manajer kebijakan produk Facebook, dalam blog resmi perusahaan media sosial itu mengakui bahwa laporan BSR itu menunjukkan bahwa pihaknya belum banyak berbuat "untuk mencegah Facebook dimanfaatkan untuk memecah-belah dan memicu kekerasan di dunia nyata."

"Kami sepakat bahwa kami bisa dan seharusnya berbuat lebih banyak," tulis Warofka.

Facebook mengatakan kini pihaknya telah mempekerjakan 100 orang Myanmar untuk mengevaluasi konten-konten di media sosial tersebut. Facebook mengatakan telah menindak sekitar 64.000 konten di Myanmar yang menyebarkan ujaran kebencian pada 2018.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI