Suara.com - Pesawat Boeing 737 MAX sempat dua kali di-grounded sebelum terjadinya insiden jatuhnya Lion Air J 610 di Tanjung Karawang, Jawa Barat pada Senin (29/10/2018).
Boeing 737 MAX pertama kali di-grounded atau tak diizinkan terbang pada 10 Mei 2017 silam. Masalah itu ditemukan ketika Boeing hanya memiliki waktu kurang dari sepekan untuk mengirim 737 MAX perdana untuk Malindo Air, anak usaha Lion Air di Malaysia.
Ketika itu Boeing mengakui bahwa kepingan logam di dalam beberapa mesin jet LEAP yang memacu keluarga 737 MAX bisa retak. Masalah itu ditemukan di penghujung masa uji coba terbang yang sudah dimulai sejak Januari 2016.
"Meski tak mendesak, kami memutuskan untuk sementara menghentikan (uji) terbang MAX," kata juru bicara Boeing, Doug Alder, seperti dilansir The Seattle Times ketika itu.
Boeing mengatakan mesin-mesin LEAP pada pesawat-pesawat itu sudah dikirim ke pabrik produsennya, CFM International di Lafayette, Indiana, AS dan Villaroche, Prancis.
CFM International sendiri adalah sebuah perusahaan patungan antara dua produsen mesin pesawat: GE dari AS dan Safran dari Prancis. Keduanya menyediakan mesin jet LEAP yang digunakan pada keluarga Boeing MAX.
Masalah pada keping logam baling-baling yang bisa retak itu diinformasikan oleh CFM beberapa hari sebelum Boeing memutuskan untuk menghentikan uji terbang.
Ketika masalah itu mengemuka, Boeing telah menggelar lebih dari 2000 jam uji terbang menggunakan mesin LEAP. CFM sendiri melakukan uji terbang selama 300 jam.
Masalah kedua muncul setahun kemudian, ketika pesawat Boeing 737 MAX sudah digunakan berbagai maskapai. Masalah kedua yang berujung pada di-grounded-nya pesawat itu terjadi di India dan melibatkan pesawat milik maskapai Jet Airways.
Seperti diwartakan Livemint pada 18 Juli kemarin, sebuah Boeing 737 MAX di Mumbai dilarang terbang oleh Jet Airways karena ditemukan cacat pada mesin. Larangan terbang itu sendiri berlangsung selama 36 jam.