Suara.com - Bentuk Teluk Palu yang panjang, sempit, dan dangkal rupanya menjadi salah satu faktor yang memperbesar kekuatan gelombang tsunami yang menghantam Kota Palu dan sekitarnya pada Jumat (28/9/2018), setelah terjadi gempa berkekuatan 7,5 skala Richter.
Sebelumnya sejumlah ilmuwan dunia terkejut dengan besarnya gelombang tsunami yang menyapu Palu akibat gempa yang terjadi karena aktivitas sesar Palu Koro tersebut.
Menurut mereka, gempa dengan kekuatan seperti itu dan pola patahan horizontal seharusnya tak menyebabkan gelombang tsunami seperti di Palu yang tingginya mencapai dua sampai empat meter tersebut.
"Tinggi gelombang setidaknya dua sampai tiga meter, dan mungkin dua kali lipatnya," kata Jane Cunneen, ilmuwan dari Curtin University, Australia yang juga arsitek sistem peringatan tsunami Samudera Hindia kepada AFP.
Patahan horizontal, kata dia, jarang memicu tsunami. Berbeda dari patahan vertikal, yag menyebabkan sebagian besar dasar laut terdorong ke atas. Patahan vertikal inilah yang memicu tsunami Aceh pada 2004 silam.
Palu sendiri terletak di ujung Teluk Palu. Ketika patahan terjadi, air memang didorong ke atas. Tetapi ketika gelombang mulai memasuki Teluk Palu, tekanan terhadapnya makin besar.
"Teluk itu menjadi seperti corong masuknya gelombang tsunami," kata Anne Socquet, pakar kegempaan dari Institute of Earth Sciences di Prancis.
Ia mengatakan bentuk Teluk Palu merupakan salah satu faktor utama yang memperbesar ukuran gelombang tsunami. Laut yang semakin dangkal dan sempit, membuat aliran gelombang yang memasuki teluk itu tertekan dari segala sisi pada saat bersamaan.
Faktor kedua adalah kekuatan gempa dan lokasinya. Gempa 7,5 skala Richter tergolong besar, apa lagi yang terjadi di Palu kedalamannya sangat dangkal.
"Itu artinya dasar laut yang bergeser lebih besar," kata Baptiste Gombert, pakar tektonik dari Universitas Oxford, Inggris.