Suara.com - Twitter telah merilis kebijakan moderasi baru yang secara eksplisit melarang perkataan yang tidak manusiawi (kasar). Del Harvey, VP of Trust and Safety Twitter, dan Vijaya Gadde, Legal, Policy and Trust & Safety Lead Twitter, menggambarkan aturan yang diusulkan tersebut sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk mempromosikan percakapan yang sehat di Twitter.
Kebijakan baru ini telah dikembangkan selama tiga bulan terakhir untuk mengatasi penggunaan bahasa yang tidak manusiawi di Twitter. Penggunaan bahasa seperti ini dapat berakibat buruk terhadap penggunaan Twitter sebagai sebuah platform, termasuk normalisasi kekerasan yang serius.
Beberapa konten ini termasuk dalam kebijakan perilaku kebencian di Twitter yang melarang ajakan kekerasan terhadap atau menyerang secara langsung atau mengancam orang lain atas dasar ras, etsnis, asal kebangsaan, orientasi seksual, jenis kelamin, identitas gender, afiliasi agama, usia, disabilitas, atau penyakit serius. Walaupun masih ada tweet yang dianggap banyak orang sebagai kata-kata kasar, bahkan ketika mereka tidak melanggar Peraturan Twitter, Twitter berupaya untuk mengatasi hal ini.
“Kami mengharapkan umpan balik pengguna untuk memastikan adanya perspektif global serta mendapatkan gambaran tentang bagaimana dampak kebijakan ini terhadap beragam komunitas dan budaya. Untuk bahasa yang tidak diwakili di sini, tim kebijakan kami bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah lokal dan pembuat kebijakan untuk memastikan perspektif mereka menjadi bahan pertimbangan. Ini adalah bagian dari upaya bersama kami untuk meningkatkan kesehatan percakapan publik di Twitter dan kami berharap ini memberi pemahaman yang lebih baik kepada pengguna tentang bagaimana peraturan baru dibuat. Kami ingin pengguna menjadi bagian dari proses ini," ucap Vijaya Gadde.
Baca Juga: Twitter Akan Kembalikan Timeline Secara Kronologis
Twitter mendasarkan aturan pada penelitian dari para peneliti Harvard serta Dangerous Speech Project. Twitter ingin memperluas kebijakan perilaku kebencian dengan menyertakan konten yang merendahkan orang lain berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok yang dapat diidentifikasi, bahkan ketika konten tidak menyebutkan target secara langsung.
Kedua kebijakan di atas, yang disebut sebagai dehumanisasi yaitu menggunakan bahasa yang memperlakukan orang lain tidak manusiawi seperti membandingkan dengan hewan (kebinatangan) atau dengan alat kelamin (mekanistik). Sementara kelompok atau keanggotaan yang dapat diidentifikasi, di mana sebagian kelompok dapat dibedakan berdasarkan karakteristik seperti ras, etnis, pekerjaan, keyakinan politik, hingga praktik sosial. Lewat blognya, Twitter meminta umpan balik dari pengguna mengenai kebijakan ini yang dapat diisi hingga 9 Oktober mendatang.