Suara.com - Saat ini, perusahaan di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mulai berkembang pesat namun peran para Kartini tekno dalam perusahaan di bidang ini sangatlah sedikit.
Uniknya, berdasar statistik yang dirilis UNESCO pada 2015, jumlah mahasiswi di bidang sains, teknologi, engineering dan matematika (STEM) tidak bisa disebut minimum. Pelajar perempuan di bidang farmasi menempati posisi 88 persen, biologi 80,7 persen, kedokteran 73 persen, kimia 66,8 persen, matematika 57,7 persen, dan fisika 38,9 persen.
Menurut Wita Krisanti, Manager Investing in Women Indonesia dalam acara diskusi "Mendorong Partisipasi dan Peran Perempuan di Industri STEM", bertempat di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (09/08/2018), peran perempuan secara tidak langsung berpotensi meningkatkan perekonomian negara.
“Dengan melibatkan perempuan di industri STEM, industri ini akan mendapatkan talent pool yang lebih beragam lagi. Keterlibatan peran perempuan juga secara tidak langsung berpotensi meningkatkan perekonomian negara,” kata Wita Krisanti.
Baca Juga: Tampil di Stadion Agus Salim, Sriwijaya Serasa Main di Kandang
Sementara Vanny Narita, CEO PT Amonra memaparkan bahwa faktor yang paling tidak mendukung bagi perempuan untuk bekerja adalah saat memiliki anak. Sebab, faktor ini akan mempengaruhi mobilitas kerja sebagai seorang ibu.
“Supporting system seperti tempat menyusui sangat dibutuhkan. Di negara-negara yang maju, biasanya supporting systemnya sangat baik. Misalnya memberikan enam bulan cuti bagi ibu melahirkan, menyediakan ruang menyusui, dan lainnya,” jelasnya.
Dalam acara ini, mereka berharap agar nantinya para perempuan tidak hanya menjadi pekerja aktif di media sosial tetapi bisa menjadi pekerja di posisi penting dalam bidang STEM. Yosafat Diva Bayu W