Dengue Datang Dua Kali? Ada Perhitungan Matematisnya

Rabu, 30 Mei 2018 | 15:50 WIB
Dengue Datang Dua Kali? Ada Perhitungan Matematisnya
Nyamuk pembawa dengue fever berpotensi membawa virus dengan serotipe berbeda [Shutterstock].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Salje bekerjasama dengan beberapa pakar dari University of Florida, Walter Reed Army Institute of Research dan  University of Buffalo, New York untuk  meneliti antibodi individu dan menentukan ambang batas kewaspadaan atas serangan dengue.

"Bila seseorang yang terinfeksi sekali mengalami serangan kedua kali oleh virus yang berbeda, tingkat antibodinya akan meningkat, tetapi tidak mampu melindungi, hanya sebatas menempel pada virus tanpa kemampuan menetralkannya,” papar Salje.

“Kondisi ini masuk kelompok “jendela risiko”. Akan terjadi pendarahan akibat dengue,” timpal Simon Cauchemez, Kepala Pemodelan Matematika Unit Penyakit Infeksi.

Mereka pun lantas membuat permodelan batasan “jendela risiko” dengan menggunakan data pasien dengue di Thailand, kurun 1998 – 2003. Kepada sekitar 3.451 anak-anak dari daerah pedesaan di Thailand dilakukan tes darah setiap 90 hari selama lima tahun, sehingga para ilmuwan dapat mengamati tingkat antibodi mereka dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Nikmati Budaya Khmer di Courtyard by Marriott Kamboja

Ilustrasi digigit nyamuk. (Shutterstock)

Foto: Nyamuk jenis Aedes potensial menularkan virus dengue [Shutterstock]

Anak-anak itu juga dimonitor untuk melihat apakah mengalami gejala demam berdarah. Semua data dimasukkan ke dalam model yang dikembangkan oleh tim dan, setelah melakukan analisis statistik, para ilmuwan bisa menentukan tingkat antibodi yang terkait dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi.

"Analisis ini mengidentifikasi konteks dan tingkat antibodi para individu yang bisa digolongkan dalam “jendela risiko”.  Karakterisasi risiko individu membuat kami bisa memantau populasi, dan menentukan kapan populasi itu secara kolektif mungkin berisiko mengalami dengue fever yang lebih parah,” tutur Derek Cummings, Professor Biologi dari University of Florida.

"Studi ini juga memperlihatkan kesulitan dalam strategi membuat vaksin yang efektif untuk demam berdarah, karena vaksin yang ada tidak menawarkan perlindungan penuh terhadap semua serotype," ungkap Simon Cauchemez.

Baca Juga: Jokowi Kumpulkan Menteri di Istana, Ada Apa?

Namun,  temuan ini sudah ikut memajukan pemahaman kita tentang virus dan menawarkan prospek baru dalam mengidentifikasi individu yang bakal terkena, dengan pemantauan lebih dekat dan vaksinasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI