Suara.com - Blockchain menjadi salah satu solusi teknologi yang mampu merangsek di tengah dahsyatnya perkembangan dunia teknologi. Aplikasinya memberi kemudahan bagi para pelaku bisnis dalam banyak hal. Seperti kepemilikan aset, identitas pribadi, pendanaan bisnis, hingga menekan angka kejahatan cyber di dunia maya.
Kendati demikian, Bari Arijono selaku CEO Digital Enterprise Indonesia, menyatakan bahwa teknologi Blockchain sebenarnya bisa diterapkan di mana saja. Semisal untuk pemilihan presiden (Pilpres).
"Pakai untuk pilpres, kenapa tidak? Di Estonia dan Tunisia, Blockchain digunakan untuk pilpres saat voting pemilihan presiden. Bahkan awalnya mereka berangkat dari Pilkada," ujar Bari, di sela acara Blockchain Indo 2018, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Lebih lanjut Bari menjelaskan, "Pemilihan umum itu biasanya 'kan coblos dulu. Setelah itu rekapitulasi, verifikasi dan lainnya. Kemudian hasilnya baru diumumkan 2-3 hari setelah tanda tangan KPU, Bawaslu, dan sebagainya. Sedangkan kalau pakai Blockchain, nyoblos itu tidak perlu ke TPS lagi. Jadi cukup dari aplikasi Blockchain yang sudah terverifikasi komisi pemilihan umum (KPU). Jadi kita tinggal melakukannya lewat smartphone, hasilnya juga bisa langsung keluar. Dan low cost pula."
Lebih jauh Bari menekankan, hal ini berbeda dengan online voting, yang menggunakan langkah membuka aplikasi kemudian voting dan server menerima. Sifatnya terpusat dan masih bisa di-hack dan dimanipulasi. "Kalau di Blockchain tidak terjadi. Karena servernya ada di mana-mana," klaim Bari.
Sebagai informasi, teknologi Blockchain merupakan sebuah sistem yang tidak menggunakan pihak ketiga. Pada dasarnya segala catatan transaksi-transaksi yang sudah terjadi, disimpan oleh banyak komputer yang tersebar di jaringan itu sendiri. Alhasil akan lebih susah untuk meng-hack sistem ratusan atau ribuan komputer, dan kemungkinan semua komputer mengalami gangguan di waktu yang sama juga kecil. Dengan kata lain transaksi akan dilakukan secara peer-to-peer.