8 Fakta Jan Koum, Pendiri WhatsApp yang Merangkak dari Bawah

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 02 Mei 2018 | 06:45 WIB
8 Fakta Jan Koum, Pendiri WhatsApp yang Merangkak dari Bawah
Pendiri dan CEO WhatsApp, Jan Koum. [Facebook/Jan Koum]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jan Koum, salah satu pendiri WhatsApp, pada Senin (30/4/2018), mengumumkan mundur dari perusahaannya yang dirintisnya dari nol sejak 2009 dan yang dijualnya ke Facebook pada 2014 silam seharga 19 miliar dolar Amerika Serikat.

Koum meninggalkan WhatsApp, seperti yang ramai dikabarkan media-media Barat, karena adanya "perbedaan strategi" dengan para petinggi di Facebook. Yang lain bilang, Koum hengkang karena tak sepakat dengan cara Facebook menjaga data-data pribadi para penggunanya.

Dalam pengumuman yang diunggahnya di Facebook, Koum sendiri tak merinci apa alasannya hengkang dari WhatsApp.

"Saya ingin sejenak melakukan hal-hal yang saya sukai di luar teknologi," tulis dia.

Lalu kini wajar jika kita bertanya, siapa Koum yang telah menciptakan sebuah teknologi bernilai miliaran dolar dan kini meninggalkannya seperti tanpa beban?

Berikut sedikit cerita tentang Koum:

1. Yahudi pendatang dari negeri komunis

Koum dilahirkan di sebuah desa kecil di luar Kiev, ibu kota Ukraina pada Februari 1976. Ia adalah anak tunggal. Ayahnya seorang manajer perusahaan konstruksi dan ibunya tak bekerja.

Ia tumbuh besar di Ukraina, yang ketika itu masih di bawah Uni Soviet yang bersistem komunis. Lahir dalam keluarga Yahudi, Koum dan orang tuanya mendapat perlakuan tak menyenangkan dari lingkungan.

Pada usia 16 tahun, Koum dan ibunya pindah ke Mountain View, California, AS. Berkat bantuan pemerintah, mereka diberi tempat tinggal di sebuah apartemen dengan dua kamar tidur.

Ketika berangkat ke AS, ibu Koum mengisi tasnya dengan beberapa batang pena dan sepak buku tulis keluaran Uni Soviet. Peralatan tulis itu dibawa agar ia tak perlu lagi membeli pena dan buku tulis bagi Koum saat bersekolah.

2. Tukang pel toko kelontong

Untuk menyambung hidup di AS, ibu Koum bekerja sebagai pengasuh anak. Koum sendiri bekerja sebagai tukang pel di toko kelontong. Ketika ibunya didiagnosis menderita kanker, mereka menggantungkan hidup pada dana bantuan pemerintah untuk orang sakit.

3. Tukang kelahi

Koum untungnya mahir berbahasa Inggris, meski demikian ia rupanya tak cocok dengan gaya persabahatan remaja di AS. Di sekolah menengah, ia terkenal sebagai tukang kelahi.

Belakangan, dalam wawancara dengan Forbes, ia mengaku tak suka bersekolah.

Pada usia 18 tahun, ia sudah belajar jaringan komputer secara otodidak. Buku-buku manual komputer ia pinjam dari dari sebuah toko buku dan akan dikembalikannya, karena ia tak punya uang untuk membelinya.

4. Putus sekolah

Koum kemudian melanjutkan pendidikan di San Jose University. Di saat yang sama ia bekerja sebagai security tester di Ernst & Young.

Pada 1997, ia mendapat tugas untuk memeriksa sistem iklan di Yahoo. Itu untuk pertama kalinya ia berjumpa Brian Acton, pegawai ke-44 Yahoo.

"Dia orang aneh," kenang Acton di kemudian hari.

Jika pegawai Ernst & Young lain gemar berbasa-basi, Koum adalah pribadi yang keras dan to the point. Acton rupanya suka pada gaya Koum. Enam bulan kemudian, Koum mulai bekerja di Yahoo sebagai infrastructure engineer.

Dua pekan bekerja di Yahoo, Koum yang ketika itu masih menjadi mahasiswa San Jose, menerima telepon dari salah satu pendiri Yahoo, David Filo. Ada masalah pada server-server Yahoo.

"Saya sedang di kelas," kata Koum setelah mengangkat telepon.

"Apa yang kau lakukan di kelas? Segeralah ke kantor," tegas Filo.

Koum bergegas ke kantor Yahoo dan membereskan masalah itu. Sejak itu ia berhenti sekolah.

"Saya memang membenci sekolah," kata dia.

5. Membenci iklan

Ketika ibunya wafat pada tahun 2000, Koum sangat kesepian. Ia kini sendiri. Ketika itu, Acton menerimanya seperti saudara sendiri. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama.

Selama 9 tahun mereka berdua bekerja di Yahoo. Acton pernah berinvestasi di sektor internet pada masa itu dan kehilangan jutaan dolar.

Koum sendiri kemudian terlibat dalam pengembangan platform iklan Yahoo bernama Project Panama pada 2006. Ia mengaku sangat tak menikmati pengalaman itu dan diduga inilah alasan mengapa ia sangat membenci iklan, sumber pendapatan yang hingga kini tak dimanfaatkan WhatsApp.

"Mengurus iklan membuat stres. Kita tak membuat hidup orang lain lebih baik dengan iklan," kenang dia kepada Forbes.

6. Ditolak Facebook

Pada September 2007, Koum dan Acton mundur dari Yahoo. Mereka kemudian bertualang ke Amerika Selatan. Setelah itu mereka kembali ke AS dan melamar ke Facebook. Keduanya ditolak.

"Kami adalah anggota klub orang-orang yang ditolak Facebook," kata Acton.

Menganggur, Koum kemudian menghabiskan tabungannya sebesar 400.000 dolar untuk hidup sehari-hari.

7. WhatsApp, sebuah kebetulan

Lalu pada Januari 2009, ia membeli sebuah iPhone. Dari sana ia mendapat pencerahan. Ia melihat App Store, yang baru berusia 7 bulan, akan mengubah industri aplikasi.

Koum lalu mengunjungi rumah Alex Fishman, sahabatnya asal Rusia yang juga tinggal di San Jose. Kepada Fishman, Koum menceritakan idenya.

"Jan menunjukkan kepada saya daftar kontak di ponselnya. Ia berpikir, akan sangat keren jika nama-nama dalam daftar kontak itu dilengkapi dengan status," kenang Fishman.

Status itu akan menginformasikan apakah seseorang sedang menerima telepon, baterai ponselnya sedang kosong, atau pemilik ponsel sedang sibuk.

Koum bisa mengerjakan sebagian aplikasi itu, tetapi ia butuh seorang developer aplikasi iPhone. Fishman lalu memperkenalkannya pada Igor Solomennikov, seorang developer yang tinggal di Rusia.

Bekerja cepat, Koum lalu mendaftarkan perusahaannya, WhatsApp Inc, di California pada 24 Februari 2009, tepat pada hari ulang tahunnya.

Koum menghabiskan berhari-hari menyempurnakan aplikasi itu, untuk menyambungkannya dengan semua nomor telepon di seluruh dunia. Ia bahkan menggunakan Wikipedia untuk mencatat semua kode nomor telepon negara di dunia.

Versi awal WhatsApp tak berjalan mulus. Aplikasi itu kerap tak berfungsi normal. Ketika Fishman menginstal WhatsApp di ponselnya, aplikasi itu hanya bisa membaca beberapa nomor telepon di daftar kontaknya.

Beberapa bulan kemudian, ketika bertemu Acton, Koum mengeluh soal aplikasinya itu. Ia mengaku akan menyerah dan mulai mencari pekerjaan baru.

"Kamu bodoh jika menyerah sekarang. Cobalah beberapa bulan lagi," timpal Acton ketika itu.

Bantuan datang dari Apple ketika perusahaan itu meluncurkan push notification pada Juni 2009. Dengan itu fitur itu, WhatsApp kini bisa mengirim "ping" ke semua kontak ketika penggunanya mengganti status.

"Dalam beberapa situasi, aplikasi itu berubah menjadi aplikasi pesan," kata Fishman.

Berawal dari sana, Koum kemudian sadar aplikasi ciptaanya itu bisa menjadi sangat luas biasa.

Saat itu di pasaran sudah ada layanan serupa. Sebut saja BlackBerry Messenger (BBM). Tetapi aplikasi itu hanya bisa digunakan pada ponsel BlackBerry dan dengan pin khusus. WhatsApp di sisi lain hanya membutuhkan nomor telepon.

Koum meluncurkan WhatsApp 2.0 lengkap dengan fitur pesan dan sekejap, aplikasi itu sudah diunduh lebih dari 250.000 kali. Acton resmi bergabung dengan perusahaan itu pada awal November dan menjadi salah satu pendiri.

Pada awal 2011, WhatsApp telah berhasil masuk dalam daftar 20 aplikasi paling populer di App Store AS. Dua tahun kemudian, pada awal 2013, jumlah penggunanya mencapai 200 juta di seluruh dunia.

Saat ini WhatsApp diperkirakan memiliki 1,5 miliar pengguna aktif di dunia dan merupakan aplikasi pesan paling populer di Bumi.

8. Tinggalkan Facebook dan 1 miliar dolar

Ketika Facebook membeli WhatsApp pada 2014 lalu, Koum sendiri mendapat jatah 24,9 juta lembar saham. Meski demikian, saham-saham itu tak diserahkan sekaligus kepadanya, alih-alih secara bertahap hingga November tahun ini.

Sebagian besar saham itu memang sudah diamankan oleh Koum. Tetapi masih ada sekitar 5,8 juta lembar saham, yang sedianya diserahkan bertahap pada Mei, Agustus, dan November, jika Koum masih bertahan di WhatsApp.

Total nilai saham itu, seperti dilansir Bloomberg, Senin (30/4/2018), adalah sekitar 997,5 juta dolar. Koum diperkirakan tak bisa memiliki jutaan saham ini setelah hengkang.

Meski demikian, dari Facebook dan WhatsApp Koum diperkirakan telah mendulang kekayaan sekitar 10,4 miliar dolar. Ia diketahui telah menjual saham Facebook senilai 8 miliar dolar sejak 2015 lalu.

Jan Koum, menurut Bloomberg Billionaires Index, masuk dalam daftar 500 orang terkaya di dunia. Ia menduduki nomor 136 dalam daftar itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI