Sementara The Guardian dalam laporannya pada Selasa (3/4/2018) mengungkapkan bahwa ujaran kebencian melonjak drastis di Facebook sejak permulaan krisis kemanusian di Myanmar pada 2016 hingga 2017 lalu.
Mengutip data hasil analisis peneliti digital, Raymond Serrato, The Guardian melaporkan ada sekitar 15.000 postingan dari pendukung kelompok nasionalis garis keras Ma Ba Tha di Facebook yang berisi ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas Rohingya.
Postingan ujaran kebencian yang mayoritas berisi hoaks itu bermula pada Juni 2016 dan mencapai puncaknya pada Agustus 2017, ketika kelompok milisi Rohingya, ARSA, menyerang pos-pos militer Myanmar.
Baca Juga: Menkominfo Gandeng Kapolri Soal Kebocoran Data Pengguna Facebook
"Facebook jelas membantu elemen-elemen tertentu dalam masyarakat untuk menggiring narasi konflik di Myanmar," kata Serrato.
Alan Davis, seorang analis dari Institute for War and Peace Reporting, mengatakan berdasarkan hasil risetnya selama dua tahun terkait ujaran kebencian di Myanmar, ditemukan bahwa sejak Agustus tahun lalu postingan anti-Rohingya di Facebook menjadi "semakin terorganisir, penuh kebencian, dan militeristik."
Salah satu postingan yang paling banyak menarik perhatian adalah tentang sebuah hoaks yang isinya menyatakan bahwa masjid-masjid di Yangon, ibu kota Myanmar, menjadi tempat persembunyian senjata yang akan digunakan untuk menyerang pagoda-pagoda Budha dan pagoda Shwedagon - kuil Budha yang paling dikeramatkan di Myanmar.
"Menurut saya yang terjadi di Myanmar kini sudah terlalu jauh... Saya sungguh tak habis pikir, bagaimana (Mark) Zuckerberg dan rekan-rekannya bisa tidur nyenyak setiap malam," ujar Davis.
Baca Juga: Data Sejuta Pengguna Indonesia Bocor, Ini Janji Facebook