Dikira Tanda Kiamat, Salju Oranye Ternyata Fenomena Biasa

Senin, 26 Maret 2018 | 19:00 WIB
Dikira Tanda Kiamat, Salju Oranye Ternyata Fenomena Biasa
Salju oranye menyelimuti lereng resor ski di Sochi, Rusia. (@sochi_/Instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belum lama ini warganet dibuat bingung dengan munculnya puluhan foto salju berwarna oranye yang turun di negara-negara seperti Rusia, Bulgaria, Ukraina, Rumania, dan Moldova.

Salju berwarna tak biasa itu juga berhasil menyelimuti lereng resor ski di Sochi, Rusia, tempat di mana Olimpiade Musim Dingin 2014 pernah dihelat.

Sontak saja, Sochi nampak berubah laiknya lanskap di planet Mars, bahkan tak jarang orang awam mengatakan bahwa fenomena tersebut sebagai tanda dari kiamat.

Namun, kata para ahli di bidang cuaca, salju berwarna oranye atau jingga adalah fenomena biasa yang terjadi setiap lima tahun sekali.

Baca Juga: PK Ahok Ditolak, MA: Kalau Sudah Ditolak, Ya Sudah Selesai

Steven Keates, seorang ahli meteorologi dari layanan cuaca nasional di Inggris, mengatakan fenomena ini disebabkan oleh pasir gurun yang terbang dari Afrika.

"Ada banyak pasir atau debu yang terangkat berasal dari Afrika Utara dan Sahara," kata Keates kepada The Independent.

Ketika pasir terangkat ke tingkat atmosfer, pasir tersebut didistribusikan ke tempat lain.

Saat dipantau oleh citra satelit NASA, banyak pasir dan debu di atmosfer yang melayang melintasi Mediterania.

"Saat hujan atau salju, ia menyeret apa pun yang ada di sana, termasuk jika ada pasir di atmosfer," katanya lagi.

Baca Juga: Sejak Jadi Wagub, Jumlah Pajak yang Dibayar Sandiaga Berkurang

Keates menambahkan, fenomena salju jingga juga telah terjadi di bagian dunia yang lain.

Pada Januari misalnya, penduduk sebuah kota kecil di Kazakhstan dibuat bingung akibat salju yang berwarna hitam. Hal itu diduga akibat polusi udara dari industri besi dan baja lokal di sana.

Pun dengan warga Sydney yang ditutupi debu berwarna merah terang selama satu hari pada 2009. Kejadian tersebut, kata para ahli cuaca, terjadi karena sinar matahari menabrak selimut debu yang dibawa oleh angin kencang dari bagian daratan New South Wales dan Australia Selatan yang daat itu terkena dampak kekeringan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI