Suara.com - Sejumlah kalangan menilai celah dalam regulasi dapat memicu kasus penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar. Hal itu diperparah dengan adanya oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan fasilitas di mitra operator yang tersebar di ratusan ribu outlet atau counter, dan juga banyaknya data pribadi yang tersebar di dunia maya.
"Yang pertama perlu dipahami, apanya dulu yang bocor? Data yang beredar dan mengalir yang disimpan operator itu hanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK). Hanya berisi nomor saja. Bisa apa orang dengan data NIK dan KK?" kata Merza Fachys, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Menurut Merza, operator hanya meneruskan dua nomor (NIK dan KK) itu ke database Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri untuk mendapat jawaban bahwa NIK dan KK sesuai atau tidak. "Kalau sesuai, nomor itu benar, bukan abal-abal, maka kita yakini orang ini orang yang benar," ujarnya.
Terkait kasus penyalahgunaan data registrasi kartu prabayar, Merza menjelaskan, setelah ditelusuri ada ibu-ibu yang minta dibantu meregistrasi kartunya di outlet.
Baca Juga: Isu Kebocoran Data NIK Tak Surutkan Masyarat untuk Registrasi
"Kemudian ada orang datang, minta didaftarkan juga. Akhirnya menggunakan data ibu yang tadi. Kemudian begitu terus, berulang-ulang. Nah, kebocoran data hanya bisa terjadi jika nama-nama keluar dari database Dukcapil. Padahal Dukcapil bilang, proteksinya sudah setengah mati," paparnya.
Ditambahkannya, sengaja atau tidak sengaja, data-data pribadi masyarakat telah beredar luas di internet. Hal itu tak lain dari perilaku di dunia siber. Berdasarkan data yang dimiliki ATSI, sebanyak 60 persen pengguna internet mengunggah fotonya di dunia maya. Tak hanya itu, 50 persen dari pengguna internet juga memberikan data berupa tanggal lahir, lalu 46 persen memberikan informasi mengenai email pribadinya.
Lebih dari itu, menurut Merza lagi, 30 persen pengguna internet juga memberikan informasi alamat rumahnya, dan bahkan 24 persennya menuliskan nomor handphone.
"Sengaja atau tidak, semua data-data pribadi kita di dunia maya itu ada. Kita sendirilah yang memberikan itu ke public domain, di mana semua orang bisa melihat. Bahkan kita kadang dengan sengaja pernah bilang, 'Kalau mau melihat email saya, lihat saja di Facebook,'" ujarnya.
Dengan banyaknya data-data yang dipublikasi di internet, maka menurut Merza, sudah pasti sulit untuk dikontrol penggunaan data tersebut. "Pengguna internet tak akan pernah tahu imbas dari data-data yang telah mereka publish melalui internet suatu hari nanti," lanjutnya.
Baca Juga: Sudah Registrasi Sim Card? Cek Lewat Fitur Ini
Secara terpisah, Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad M Ramli mengatakan, yang terjadi adalah penyalahgunaan data kependudukan oleh oknum untuk melakukan registrasi ulang nomor seluler. Ramli menegaskan bahwa seluruh data kependudukan aman, karena Kemendagri mempunyai SOP yang ketat untuk melindunginya, selain itu operator juga memiliki ISO 270001.