Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membantah tuduhan yang menyebutkan dirinya membocorkan data nomor induk kependudukan (NIK) dan kartu keluarga (KK) ke intelijen Cina.
Tuduhan itu datang dari akun Twitter @PartaiHulk. Akun tersebut menyebut, Rudiantara ditekan oleh intelijen Cina untuk memenangkan Joko Widodo di Pemilu 2019.
"Menkominfo Rudiantara dipaksa intelijen China untuk bocorkan minimal 70 juta data KK dan NIK yang sesuai. Rudiantara dipaksa kejar target paling lambar akhir Mei tahun ini untuk produk jutaan KTP di Beijing atas arahan Xi Jin Pin," tulis @PartaiHulk.
Rudiantara yang ditemui pada acara "Diksusi Publik Menanti UU Perlindungan Data Pribadi" mengatakan, tudingan itu tidak benar.
Baca Juga: Rudiantara Sebut RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Tersendat
"Menanggapi hal ini, kita harus sabar, tapi tetap harus memberikan respons. Namun, jika sudah kelewatan akan saya bawa ke ranah hukum," kata Rudiantara di Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Ia melanjutkan, Kominfo tidak pernah menyimpan data NIK dan KK yang diberikan oleh masyarakat. Hal itu, kata Rudiantara, merupakan hak dari Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri.
Jikalau ada kebocoran data NIK dan KK, menurut Rudiantara, disebabkan oleh penyalahgunaan NIK dan KK yang sudah terjadi jauh sebelum kebijakan registrasi kartu prabayar.
"Saya imbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan fotokopi KTP dan KK ke pihak yang tidak berwenang," tutupnya.
Baca Juga: Registrasi Kartu SIM, Kemendagri Jamin Data Pribadi Warga Aman