15 Tahun Pascakematian Dolly si Domba Kloning, Kemudian Manusia?

Dythia Novianty Suara.Com
Jum'at, 16 Februari 2018 | 10:56 WIB
15 Tahun Pascakematian Dolly si Domba Kloning, Kemudian Manusia?
Dolly domba hasil kloning. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Terlepas dari semua ini, ketika monyet kloning, Zhong Zhong dan Hua Hua, diturunkan ke dunia pada bulan Januari lalu, kehebohan seputar kloning kembali menyala.

Sementara beberapa orang memusatkan perhatian pada potensi dari jika monyet berhasil diklon, berarti manusia kloning akan terjadi?

"Orang-orang khawatir dengan aplikasi pada manusia, tapi saya pikir itu selalu omong kosong," ujar Profesor Robin Lovell-Badge, seorang ahli kloning di Francis Crick Institute.

"Mengingat betapa tidak efisiennya dan pasti tidak aman, Anda pasti tergila-gila untuk mencobanya."

Baca Juga: Pabrikan Mobil Cina Kloning BMW Empat Pintu Isetta

Monyet-monyet itu diproduksi dengan menggunakan teknik yang sama yang digunakan untuk menghasilkan Dolly bertahun-tahun yang lalu, yakni transfer nuklir sel somatik.

Seekor anak monyet hasil kloningan di Cina. [AFP/Akademi Sains Cina]

Foto: Seekor anak monyet hasil kloningan di Cina. [AFP/Akademi Sains Cina]

Teknik ini melibatkan pengambilan nukleus, yang berisi informasi genetik, dari sel telur donor, dan menggantinya dengan sel dari individu lain. Mengikuti kejutan listrik untuk memulai pembelahan sel, embrio akan berkembang menjadi tiruan hewan yang menyumbangkan materi genetik.

Menurut Profesor Lovell-Badge, meski sudah 15 tahun yang telah berlalu, teknik ini masih menyisakan banyak hal yang diinginkan.

Baca Juga: Ilmuwan Cina Produksi 2 Ekor Monyet dengan Cara Kloning

"Ini bekerja cukup baik untuk perusahaan komersial dan eksperimen yang telah dilakukan, jadi tidak banyak orang yang mencurahkan usaha untuk mencoba dan memperbaiki metode ini," katanya.

Sementara penelitian terbaru menunjukkan, cerita negatif seputar kesehatan Dolly yang buruk akibat kloning adalah tidak berdasar. Inefisiensi proses kloning itu sendiri masih menjadikannya prosedur yang sulit diterima banyak orang.

Sebenarnya, jauh dari itu jumlah total kloning yang dilakukan, para peneliti masih ingin menekankan perawatan yang harus dilakukan saat menggunakan teknologi ini.

"Seperti kekuatan nuklir dan kecerdasan buatan, teknologi kloning juga merupakan pedang bermata dua," kata Dr Qiang Sun, salah satu ilmuwan yang bertanggung jawab atas monyet kloning.

Dia dan rekan-rekannya meyakinkan media pemerintah Cina bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk mengkloning manusia.

Seperti diketahui, monyet tidak diragukan lagi secara genetis lebih dekat dengan manusia daripada domba. Tapi karena Zhong Zhong dan Hua Hua diperkenalkan ke seluruh dunia, para ilmuwan sekali lagi ingin menekankan perkembangan tidak berarti berikutnya akan dilakukan kloning pada manusia.

Poin kunci yang dikemukakan Profesor Lovell-Badge adalah bahwa kloning tidak akan menciptakan salinan pasti dari manusia yang ada seperti yang orang bayangkan. Faktor lingkungan seperti asuhan akan berinteraksi dengan anak yang sedang berkembang dan menghasilkan seseorang yang sangat berbeda.

"Tidak ada pembenaran yang bagus untuk melakukannya," katanya.

Sedangkan untuk aplikasi praktis kloning, ada sejumlah saran. Tim peneliti di balik monyet kloning tersebut mengatakan bahwa mereka ingin menggunakan primata genetik identik untuk mempelajari penyakit pada manusia.

Pada akhir spektrum yang lebih ambisius adalah rencana untuk membangkitkan kembali spesies yang telah punah seperti mammoth wol dan harimau Tasmania, menggunakan teknologi kloning.

Namun, penggunaan kloning masa depan kemungkinan besar akan menghasilkan ternak yang lebih baik, terutama dalam kombinasi dengan teknik pengarsipan genom yang baru.

"Ini alat eksperimen yang sangat penting, rute untuk memodifikasi hewan secara genetis, terutama hewan besar seperti sapi, domba dan babi," kata Profesor Lovell-Badge.

Setelah memanipulasi sel untuk menghasilkan hasil genetik yang diinginkan dan tidak ada perubahan yang tidak diinginkan, para ilmuwan kemudian dapat mengkloningnya.

"Itulah keuntungan dari prosedur kloning," pungkasnya. [Independent]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI